Mohon tunggu...
Agustinus Sukaryadi
Agustinus Sukaryadi Mohon Tunggu... Dosen - Agustinus Sukaryadi

Tempat, tanggal, lahir: Yogyakarta, 25 Agustus 1956

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gotong Royong: Satunya Pikiran, Perkataaan, dan Perbuatan

23 November 2020   09:41 Diperbarui: 23 November 2020   09:49 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata gotongroyong, diangkat dari Bahasa Jawa. "gotong atau nggotong" yang berarti membawa atau mengangkat. "royong"  atau "rame-rame" yang berarti bersama-sama. 

Gotongroyong, berarti mengangkat/membawa secara ramai-ramai (bersama), sehingga menjadi ringan bebannya. Dalam praksis kehidupan masyarakat agraris, gotongroyong menjadi salah satu model hidup bersama dalam masyarakat. Gotongroyong menjadi sebuah paradigma yang hidup dalam masyarakat. 

Bisa dilihat dalam berbagai tulisan atau saat menjadi soal ujian ilmu pengetahuan sosial. Ketika ditanyakan ap aitu gotongroyong? Orang akan menjawab secara umum: "Kerjasama masyarakat di suatu tempat, untuk membangun sesuatu/membuat sesuatu/membantu meringankan beban anggota masyarakat yang tertimpa musibah"

Masyarakat bukan hanya memahami apa itu gotongroyong, tetapi sudah menghayati dan melaksanakan dalam praksis kehidupan sehari-hari. Contoh itu mudah diketemukan ditengah masyarakat. Seharian hujan deras disertai angin, semua orang ada dalam rumah berlindung dari air dan angin. Tiba-tiba terdengar suara gemerotokan, sebuah pohon tumbang dan menjatuhi rumah salah seroang penduduk. 

Tidak ada komando penduduk sekitar datang ke rumah yang terkena musibah. Orang di sebelah kanan atau kiri, tanpa diminta menawarkan untuk menjadi tempat perlindungan, sampai rumah diperbaiki. Pagi hari berikutnya, orang yang dituakan (Ketua RT/RW), mengajak lewat speaker. 

"Bapak-ibu dan kaum muda, hari ini kita akan gotongroyong membersihkan dan memperbaiki rumah bapak Mangun, yang tadi malam tertimpa pohon. Silahkan membawa peralatan yang diperlukan". Kalimat itu sudah menggerakkan semua angota masyarakat. Mereka berkumpul membawa perlengkapan masing-masing. Saat mereka berkumpul, menunggu menunggu koordinasi dari yang dituakan. 

Disitu yang dituakan membagi tugas: mendata barang apa saja yang rusak dan barang apa saja yang bisa diperbantukan dari anggota masyarakat. Pun pula para ibu-ibu. 

Dengan komando dari yang dituakan tadi, mereka berkumpul ke rumah  yang tertimpa musibah. Mereka berkumpul untuk membua dapur umum. Memepersiapkan segala sesuatunya untuk mereka yang bekerja memperbaiki rumah. Dengan suka rela mereka berbagi tugas dan berbagi beban; siapa bisa bawa apa? Lalu mereka spontan masing-masing membawa beras satu gelas, lalu ada yang membawa tempe, tahu, sayuran dll dan terkoordinir.

Gotongroyong menghilangkan sekat-sekat. Saat masyarakat melaksanakan gotongroyong, mereka tidak berfikir tentang siapa yang ditolong. Mereka meninggalkan sekat-sekat warna kulit, agama, kaya atau miskin. 

Mereka tidak berharap akan mendapatkan balas budi dari yang dibantu, tetapi mereka berkeyakinan bahwa suatu Ketika saat tertimpa kemalangan, akan dibantu dan diringankan bebannya secara gotongroyong oleh masyarakat. 

Jadi, gotongroyong seakan menjadi sebuah ajaran atau norma kehidupan bersama masyarakat. Mudah diterima, mudah dicerna, mudah dihayati dan mudah dilaksanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun