Mohon tunggu...
Agustinus Marjito
Agustinus Marjito Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah seorang pendidik sekolah dasar dan memiliki kecintaan pada dunia pendidikan anak-anak.

Praktisi pendidikan Dasar di Yogyakarta. Menempuh pendidikan di De Lasalle University Manila, Philipine dengan fokus Management Pendidikan dan kepemimpinan sekolah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Manakah Sumber Kebahagiaan Kita?

8 Februari 2023   11:37 Diperbarui: 8 Februari 2023   15:38 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah buku  berjudul Heroic Living karya Chris Lowney mengajak saya untuk bertanya tentang realitas yang dihadapi dalam kehidupan sekarang ini. Pembaca diajak untuk merenungi realitas yang dihadapi sekarang ini yang dikatakan bahwa telah menyesatkan arah kehidupan manusia. 

Begitu banyak orang mengejar kekayaan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup. Mereka bekerja siang dan malam untuk memenuhi apa yang membuatnya bahagia dalam kehidupan. Sayangnya ketika yang diharapkan seperti kekayaan, rumah, mobil dan fasilitas lainnya sudah ditangan, kebahagiaan itu belum juga cukup. Mereka masih mencari dan mencari "kebahagiaan" yang bersumber barang-barang di luar dirinya. 

Sementara yang lain lagi mencoba mencari kebahagiaan hidup melalui pengakuan yang didapatkan dari orang lain. Mereka berlomba-lomba mendapatkan pengakuan melalui media sosial, menggaet sebanyak mungkin follower untuk memperkuat existensi dirinya di media sosial. Semakin banyak follower di media sosial semakin memantapkan dirinya dan semakin membuat mereka bahagia.

Di sisi lain, kita juga menyaksikan begitu banyak orang hdiup di jalanan mencari sesuap nasi dengan cara mengumpulkan sampah. Mereka berharap mendapatkan uang cukup untuk makan sehari bersama keluarganya. Hari berikutnya harus bejuang lagi di tengah-tengah kebisingan kota, mengumpulkan sampah yang masih berharga. 

Realitas kehidupan keras bagi sesama  kita yang hidup di tengah - tengah tempat Pembuangan sampah akhir, bergelut dengan sampah-sampah yang dihasilkan dari saudara yang berada. Mereka harus mempertahankan hidupnya dengan mencari sisa-sia aktifitas mereka yang berada di kota. 

Saudara-saudara ini juga mengharapkan kebahagiaan di tengah-tengah perjuangan hidupnya yang berat. Mungkin mereka akan melihat kehidupan sesama yang sudah "kecukupan" sebagai yang membahagiakan.

Benarkah itu menjadi sumber kebahagiaan sejati sebagai manusia? Jika ya, mengapa mereka yang sudah mendapatkannya masih tetap kurang dan mencari-cari selanjutnya. Sebagian besar dari kita telah tersesat mencari kebahagiaan yang asalnya dari luar diri sendiri.

Kebahagiaan akan datang ketika seseorang melakukan tindakan untuk orang lain muncul dari ketulusan hatinya, bukan karena ia sendiri ingin merasakan kebahagiaan dengan melakukan tindakan tersebut. Kebahagiaan  mengalir dari dalam diri ke luar dirinya. 

Maka kita perlu berhenti dari gaya hidup yang outside in  dan mulai menggantinya dengan gaya hidup Inside out yaitu  dengan melihat ke dalam diri dan menmukan makna dan tujuan hidup itu sendiri(Lowney,2009, hal. 43).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun