Budaya kehidupan dan budaya kematian berjalan seiring dalam kehidupan kita sebagai manusia. Dua sisi yang tak dapat dipisahkan dan selalu hadir dalam diri kita. Permenungan saya di hari Sabtu Sepi menjelang perayaan Paskah ini merupakan bagian dari kesadaran ini, bahwa budaya kehidupan dan budaya kematian sungguh-sungguh ada dalam kehidupan ini. Dan disadari bahwa semua itu berawal dari pikiran dan hati kita.Â
( diambil dari grii.cikarang.org)
Pada peristiwa sehari setelah kematian Yesus, Maria dari Magdala, dan Yohana, dan Maria ibu Yakobus  mengunjungi makam Yesus untuk memberikan rempah-rempah pada jenazah Yesus, namun mereka mendapati makam kosong.  Mungkin mereka bingung dan mulai mengembangkan pikirannya, siapa yang menyembunyikan Yesus? Siapa yang telah mencuri mayat Yesus. Begitu kira-kira suasana batin mereka.Â
Ketika mereka termangu-mangu menyaksikan hal itu, tiba-tiba malaikat menyapa dia, "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit." (Lukas 24:6). Mereka tidak cepat percaya pada perkataan itu, sebab dalam pikiran mereka yang ada adalah Yesus yang telah mati. Apa yang ada dalam pemikirannya, telah  menutup dirinya terhadap berita kebangkitan Yesus tersebut. Bahkan menutup dirinya atas ingatan perkatan Yesus kepada mereka bahwa "Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga (Lukas 24:7). Mereka tidak bisa mengenali pesan kebangkitan Yesus, karena yang ada dalam pikiran dan kesadarannya adalah Yesus sudah mati.
Perkataan para malaikat kepada para perempuan tadi menjadi pengingat bagi kita bahwa jika kesadaran mental dan cara hidup kita "berjiwa kematian" maka yang di cari adalah hal yang berhakikat kematian. Banyak peristiwa dalam kehidupan kita menunjukkan hal-hal ini. Penganiayaan terhadap salah satu tokoh yang kritis di media sosial oleh sekelompok orang dalam demonstrasi mahasiswa kali lalu, jelas menunjukkan kebenaran hal ini. Sekelompok orang yang pikirannya dikuasai oleh kebencian akan mewujud dalam tindakan brutal menganiaya orang lain. Kejahatan jalanan yang dilakukan sekolompok anak-anak muda di Yogyakarta beberapa pekan lalu juga menunjukkan adanya hal ini, budaya kematian menguasai pikiran manusia-manusia ini.Â
Peristiwa Paskah bagi saya menjadi saat untuk semakin menguatkan jiwa kehidupan. Membiasakan diri dan memelihara jiwa kehidupan dalam diri sendiri agar tetap dapat memancarkan jiwa kehidupan kepada orang lain. Melalui kata-kata, tindakan, penerimaan dan penghormatan bagi sesama yang dijumpai, jiwa kehidupan tersebut akan menular kepada semua orang yang dijumpainya. Dengan jiwa kehidupan ini, kita tebarkan semangat dan kehidupan kepada semua orang yang kita jumpai. Bersama-sama mereka kita merengkuh jiwa kehidupan dan meninggalkan  jiwa kematian. Nyalakan terus jiwa kehidupan demi damai dan bahagia kita. Selamat Paskah 2022 bagi semua saudaraku yang merayakannya. Tuhan memberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H