Tak lagi ada anak-anak yang menjadi alasan guru berada di dalam kelas. Keteguhan dan ketetapan hati seorang pendidik sedang diuji, untuk terus belajar menjadi pembelajar seumur hidup, menolak lumpuh dalam keterbatasan.
Beberapa hari pertama para guru mencoba berbagai macam cara agar bisa melaksanakan pembelajaran jarak jauh, mulai dari penggunaan WhatsApp, sistem mengambil tugas di sekolah, ada yang mencoba Google Classroom, ada yang mengirim pesan suara via WhatsApp dan sebagainya.Â
Para guru memaksa diri melakukan hal-hal yang baru yang sebelumnya tak pernah dilakukan. Â Inilah geliat para guru mempertahankan dan memelihara eksistensi dirinya sebagai pendidik yang harus terhubung dengan peserta didik.
Teknologi yang sebelumnya belum dimanfaatkan dalam pembelajaran kini harus menjadi kekuatan dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran.Â
Para guru menolak punah di era pandemi, terus  menerus mencari cara agar masih dapat memberikan pengaruh kepada peserta didik.Â
Beberapa guru yang pada awalnya mengalami kehilangan makna dan kemampuan untuk menjalankan fungsinya sebagai guru, Â mereka mulai bangkit, memperlengkapi diri dengan ketrampilan praktis agar dapat mengajar secara online.
Suasana upgrading kemampuan  digital para guru (dokumen pribadi)
Berbagai aplikasi Learning Management System dipelajari dan digunakan sebagai platform pembelajaran online, mulai dari Moodle, Google Classroom, Schoology, Teams Microsoft 365 dan masih aplikasi lain yang bermanfaat.Â
Ketrampilan yang telah dibaharui dan dikembangkan membuat para pendidik berdaya dan bergairah kembali melakukan pembelajaran, menemukan cara baru mengajar dan mendidik karakter anak-anak. Kelas-kelas fisik beralih menjadi kelas-kelas maya. Perjumpaan pendidik dan peserta didik berubah menjadi dalam ruang-ruang maya.Â
Peran pendidik yang dibaharui
Pembelajaran yang terjadi di dalam kelas fisik yang berlangsung sampai sebelum pandemi, umumnya menempatkan guru sebagai sumber utama informasi.Â