Serombongan manusia purba dengan kompak berburu di sebuah hutan. Setelah berjam-jam berburu, mereka duduk-duduk beristirahat sambil menikmati hasil buruan mereka. Di antara mereka ada yang memperagakan gerak-gerik binatang buruan. Ada juga yang memperagakan bagaimana mengejar, menangkap atau membunuh binatang buruan.Â
Sementara yang lain memberikan semangat dengan suara-suara tertentu, atau dengan bertepuk tangan. Mereka saling mengkomunikasikan satu sama lain pengalaman berburu mereka. Tanpa disadari, gerakan-gerakan yang mereka buat, sekedar menirukan gerak-gerik binatang buruan atau memperagakan proses perburuan, menjadi cara menghibur diri dan sekaligus pendidikan bagai generasi yang lebih muda.
Begitulah gambaran cikal bakal pesta rakyat yang pernah dilaksanakan oleh manusia purba pada Jaman Batu (Paleolitikum dan Neolitikum) puluhan juta tahun silam. Seiring dengan perkembangan bahasa ucapan dan kemampuan organisasi sosial, dimana sistem dan cara manusia berkomunikasi semakin baik, kejadian atau peristiwa yang telah lama berselang pun dapat dihadirkan melalui suatu upacara peringatan.
Upacara yang terus-menerus dilakukan secara periodik ini akhirnya menjadi suatu bentuk kebudayaan, yang kemudian kita kenal dengan pesta rakyat. Hampir semua suku bangsa di dunia mempunyai bentuk-bentuk pesta rakyat tersendiri.
Dimensi Ekonomi, Religius dan Sosial
Pesta rakyat biasanya berhubungan dengan siklus kehidupan dalam pekerjaan (dimensi ekonomis), pengalaman supernatural para warga masyarakat yang melahirkan dimensi magis-religius, dan dimensi social yang mencerminkan identitas budaya dari suku bangsa yang bersangkutan.
Pada masyarakat tradisional, pesta rakyat biasanya menandai suatu kejadian penting dalam siklus tahunan (daur pekerjaan) mereka. Masyarakat petani misalnya, merayakan datangnya musim membuka lahan pertanian baru, musim menanam, awal dan selepas panen.Â
Masyarakat nelayan biasanya merayakan kedatangan rombongan ikan tertentu yang bermigrasi ke wilayah perairan mereka yang tentu saja merupakan rejeki menggembirakan. Masyarakat yang tinggal di daerah beriklim dingin biasanya juga merayakan datangnya musim semi atau musim panas yang telah lama dinantikan.
Bangsa Yunani kuno memiliki berbagai pesta rakyat untuk menghormati atau memuja para dewa mereka. Hal serupa juga terjadi pada bangsa Romawi, Mesir, Persia, Cina, India, dan banyak lagi bangsa lainnya. Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, bangsa-bangsa ini telah mempunyai berbagai bentuk pesta rakyat sesuai dengan bentuk penghayatan religiusnya masing-masing.Â
Orang Indian di Amerika merayakan kemenangan sukunya dalam peperangan dengan maksud untuk berterima kasih kepada arwah nenek moyang yang diyakini telah membantu mereka dalam memenangkan peperangan. Pada berbagai subsuku Dayak di Kalimantan, pesta rakyat pasca panen juga merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan.
Setiap pesta rakyat mengandung dimensi sosial yang merupakan perwujudan dari teguhnya ikatan komunitas masyarakat tradisional. Pesta rakyat menuntut keterlibatan setiap warga komunitas. Ada kewajiban moral (adat) dan religius yang mendorong setiap orang untuk mengambil peran menyukseskan pesta rakyat, meskipun tidak ada pembagian tugas yang jelas dan terstruktur. Keterlibatan setiap warga ini bermacam-macam tingkatannya, mulai dari sebagai pekerja sampai pada keterlibatan yang bersifat sakral seperti yang diperankan seorang dukun atau tetua adat. Dimensi sosial inilah yang kemudian mencerminkan identitas budaya dari suku bangsa yang bersangkutan.