Mohon tunggu...
Agustinus Sukamdi
Agustinus Sukamdi Mohon Tunggu... Guru - Literasi sebagai wujud nyata pengembangan pendidikan.

Guru SMP Xaverius 1 Palembang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Misa Inkulturasi Jawa di Gereja Santo Petrus Palembang

7 Juli 2024   00:33 Diperbarui: 7 Juli 2024   00:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romo Gregorius Wahyu Wurdianto,SCJ. Dok. FB. Ag. Rudi Setiawan 

Pada Sabtu, 6 Juli 2024, Gereja Santo Petrus, Kenten, Palembang mengadakan Misa Minggu Ke-XIV yang bertepatan dengan malam Tahun Baru Jawa, 1 Suro, yang jatuh pada 7 Juli 2024. Misa ini dipimpin oleh Vikjen Keuskupan Agung Palembang, Romo Yohanes Kristianto, Pr, dan Romo Paroki, Romo Gregorius Wahyu Wurdianto, SCJ.

Mengapa Gereja Katolik Merayakan Malam 1 Suro?

Gereja Katolik di Indonesia sering kali mengintegrasikan tradisi budaya lokal ke dalam liturginya, sebuah praktik yang dikenal sebagai inkulturasi. Seperti halnya Tahun Baru Imlek yang dirayakan oleh komunitas Tionghoa, Malam 1 Suro juga dirayakan sebagai bagian dari penghormatan terhadap tradisi Jawa. Ini adalah cara untuk menunjukkan bahwa Tuhan hadir dan menyertai umat-Nya dalam segala situasi dan budaya, termasuk pada malam tahun baru Jawa, yaitu 1 Suro.

Tradisi Jawa di Bulan Suro

1 Suro dikenal sebagai bulan yang sarat dengan tradisi dan ritual adat. Selama bulan ini, masyarakat Jawa biasanya menghindari mengadakan acara besar seperti pernikahan atau sunatan, karena diyakini sebagai bulan yang penuh dengan energi mistis. Pada pagi hari 1 Suro, hujan yang turun dianggap sebagai tanda untuk memandikan semua pusaka, sebuah ritual penting dalam tradisi Jawa.

Misa dan Pesan Pertobatan

Dalam homilinya, Romo Gregorius Wahyu Wurdianto, SCJ mengajak umat untuk membersihkan hidup mereka, bukan sekadar membersihkan pusaka seperti parang, keris, atau tombak. Mereka menekankan pentingnya pertobatan dan refleksi diri, menyadari dosa dan kegelapan dalam hidup, serta mengupayakan persatuan dengan Tuhan (Manunggaling Kawula Gusti).

Tradisi dan Simbolisme

Di Jawa, khususnya di Surakarta dan Yogyakarta, ada tradisi membersihkan alat-alat pusaka. Hal ini melambangkan kesadaran akan identitas dan upaya pertobatan. Tradisi lain termasuk iringan kerbau putih yang mengelilingi keraton Surakarta dan orang-orang yang mengelilingi benteng keraton Yogyakarta. Ini adalah simbol keheningan dan refleksi, di mana umat diharapkan mendengarkan dan merenungkan sabda Tuhan.

Dalam Misa ini, suasana hening dan reflektif dihadirkan melalui alunan gending Jawa dan tarian yang halus. Ini membantu umat memasuki suasana yang tenang, memungkinkan mereka mengalami perjumpaan dan kebersatuan dengan Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun