Saat di Jepang ada bencana stunami beberapa waktu lalu, dalam hati saya merasa kagum. Betapa di dalam kondisi bencana seperti itu, masyarakat di sana terlihat tertib, misalnya dalam hal menerima bantuan. Mereka dengan tenang baris dalam antrian.
Hal ini berbeda dengan yang saya jumpai dalam kehidupan sehari-hari di tanah air tercinta ini. Jangankan saat dalam bencana dan kesusahan, saat harus menunggu sesuatu dalam hal kecil pun, terkadang kita susah untuk diminta antri, mengalah untuk orang lain terlebih dahulu. Bahkan, tidak jarang sampai merenggut korban nyawa. Tentu kita semua masih ingat dengan kejadian bagi-bagi rejeki menjelang hari raya, yang sering meminta korban nyawa karena terhimpit oleh kerumunan orang yang berebut meminta amplop berisi uang.
Saya pun masih ingat dengan baik, sekitar dua tahun lalu masyarakat pecinta jasa transportasi KRL sangat sulit untuk diminta antri. Biarpun sudah dijaga polisi, antrian di depan loket KRL Â sering buyar. Jika pun dirapikan lagi, tidak sedikit omelan-omelan pedas. Sepertinya berat sekali untuk belajar tertib dan mengalah demi kelancaran bersama.
Tetapi itu sekitar dua tahun, saat sistem baru saja berubah dan semua butuh penyesuaian. Sekarang ternyata sudah membuahkan hasil. Setelah sistem semakin bagus, yang artinya pelayanan juga meningkat, ternyata semua itu membangkitkan kesadaran masyarakat. Seperti yang saya alami hari ini. Biarpun semua orang sedang diburu waktu, tetapi mereka semua dengan tertib mengantri di gerbang masuk area stasiun.
Bukan main. Dalam hati saya menyimpulkan, budaya antri (dan tentunya budaya-budaya lain) akan bisa berjalan dengan baik dan dilakukan dengan kesadaran setiap pribadi jika pemerintah siap membangun sistemnya terlebih dahulu. Mungkin yang diperlukan adalah pengorbanan dari pemerintah untuk konsisten menggunakan anggaran dalam membangun sistem tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H