Pendidikan masih mendapat perhatian penting sampai sekarang di negara ini. Ketidakadilan dalam pendidikan masih jelas terasa sampai saat ini, hal ini terbukti salah satunya adalah ketersedian tenaga pendidik yang ideal dalam hal ini guru masih sangat kurang.Â
Jumlah guru jika dibandingkan dengan jumlah anak didik yang tersedia secara rasio tidaklah efektif. Sangat sulit sepertinya jika kita berharap dunia pendidikan ini akan segera menggapai visinya jika ketersediaan guru belum tercukupi, padahal guru merupakan salah satu pilar yang menopang sebuah bangunan yang kita sebut pendidikan.Â
Jadi permasalahan yang perlu kita perhatikan saat ini adalah guru. Apakah sekarang kita akan melihat dari sisi ketersediaan jumlah atau ketersediaan dalam hal kualitas? Saya pikir tidak perlu untuk memilih kedua hal tersebut karena keduanya sebaiknya harus dipadukan.
Masyarakat senantiasa mengatakan guru adalah profesi yang amat mulia, tentu kita sepakat untuk hal itu. Ada juga yang mengatakan guru adalah pahlawan yang tidak kenal pamrih, meskipun untuk hal itu sampai saat ini saya belum memahami secara pasti, jika memang demikian sulit untuk dipercaya. Guru menjadi mulia jika dia mampu mendidik untuk menciptakan manusia yang utuh.Â
Manusia yang utuh menurut saya adalah manusia yang senantiasa memiliki kebebasan, cinta, kecerdasan, kedamaian, dan kepedulian sosial. Tentunya untuk melakukan itu semua, guru haruslah memiliki nilai-nilai itu, karena akan terasa asing jika guru bahkan tidak memiliki nilai-nilai tersebut. Dimana guru harus berguru untuk memperoleh nilai-nilai itu?
Seorang guru tidak mencari dan mengumpulkan pengetahuan sebagai tujuan utamanya, namun menerjemahkan dan menanamkannya menjadi sikap moral bagi anak didiknya. Untuk hal inilah seorang guru harus memiliki kompetensi. Selain dirinya sendiri, yang menjadi pendukung untuk memperoleh kompetensi tersebut adalah negara, yang pada kesempatan ini kita sebut pemerintah.Â
Tidak adil sepertinya jika kita mengatakan bahwa pemerintah tidak berperan dalam peningkatan kompetensi guru pada saat ini. Kita bahkan telah mengetahui bahwa pemerintah telah memberikan ruang untuk itu. Mulai dari memberikan ruang pelatihan dan pengembangan hingga pemberian tunjangan tambahan dalam dana sertifikasi secara finansial dalam bentuk rupiah.Â
Untuk meningkatkan kompetensinya secara pribadi, saya mengajak kita untuk sepakat mengatakan bahwa kedua kontribusi yang diberikan pemerintah tersebut untuk sementara sudah cukup. Kalaupun kaum guru sepertinya masih belum setuju sepenuhnya untuk hal tersebut, namun saya pikir itu adalah hak mereka sebagai warga negara untuk berpendapat.
Tunjangan sertifikasi yang diperoleh sebagi hak cukuplah menggiurkan, yang perlu kita perhatikan untuk tujangan ini adalah peruntukan dari dana tersebut, apakah diperuntukkan untuk hal yang bersifat konsumtif atau investasi. Konsumtif yang dimaksud, apakah peruntukan dana tersebut untuk membeli harta benda secara pribadi seperti mobil, logam mulia, dan aset pribadi lainnya.Â
Jika dana tersebut memang benar diperuntukkan untuk hal yang konsumtif, motif tersebut cukup salah, dan dengan alasan apapun hal tersebut sangatlah merugikan negara baik secara finansial dan moral.Â
Namun jika dana tersebut diperuntukkan untuk investasi, seperti membeli buku dan biaya studi sangat tidak adil jika kita tidak  memberi apresiasi yang lebih untuk keputusan yang dilakukan oleh seorang guru, mengingat motif tersebut sangat linear dengan tujuan untuk menciptakan tenaga pendidik yang kompeten dan berkarakter.