Keberagaman agama dibangun menjadi kluster sehingga terciptalah kedamaian yang esklusif, padahal yang diinginkan adalah kedamaian yang inklusif sehingga tercipta sebuah society yang indah laksana kebun bunga dengan bunga yang beragam.
Namun perlu kita tegaskan bahwa ujian tentang kedamaian bangsa ini sedang ditujukan kepada setiap warga negara Indonesia dengan segenap kemajemukannya, namun di sisi lain kita harus mengakui bahwa permasalahan kedamaian ini tidak sedang terjadi di seluruh bumi nusantara ini, masih banyak daerah yang dapat menjaga nilai kedamain tersebut,Â
jika kita mengambil contoh, misalnya daerah Sipirok di Sumatera Utara hingga saat ini  masih dianggap berhasil menjadi miniatur toleransi umat beragama, kita bisa melihat masyarakat di sana yang memeluk dua agama besar di Indonesia yakni  Islam dan Kristen hidup saling berdampingan, rukun, dan harmonis.Â
Kita juga akan melihat bagaimana rumah ibadah berdiri saling berdampingan di sana, hal demikian mencitrakan bahwa suasana kedamaian pada bangsa ini masih ada. Masyarakat masih sadar bahwa suasana damai dalam kehidupan bermasyarakat diyakini sebagai suatu alat untuk menjaga keutuhan bangsa ini. Agama diyakini memegang peranan yang primer dalam menyemaikan nilai-nilai kedamaian tersebut.
Siapa yang harus disalahkan? Tidak adil rasanya kalau kita menyebutkan para pemimpin agama, tidak adil juga jika pemerintah, bahkan jika kita menyebut pendidikan, semakin tidak adil rasanya. Bagaimana kalau kita menyalahkan seluruh umat yang berperan sebagai mercusuar, akan lebih adil sepertinya, sehingga tidak ada yang terusik.Â
Mari kita kembali kepada nilai Pancasila sila pertama sebagai buah pemikiran para pendiri bangsa ini yang menegaskan kepada kita bahwa bangsa ini dengan seluruh keberagamannya senantiasa harus meyakini bahwa kita tertuju pada satu Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Tentunya afirmasi yang kuat terhadap sila pertama pada Pancasila tersebut akan menggiring kita kepada satu suasana kedamaian yang kita dambakan dan mampu hidup dengan subur di bumi nusantara ini.
Â
Agustinov Tampubolon, SE
Pegiat Youth Earth Society, Medan
Alumni FEB Universitas Sumatera Utara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H