PRONA atau Proyek Operasi Nasional Agraria adalah proses sertifikasi tanah secara masal yang dilakukan secara terpadu guna mendapatkan sertifikat hak milik atau SHM sebagai bukti kepemilikan tanah yang akan memberikan manfaat besar bagi pemiliknya. Sementara PTSL adalah merupakan singkatan dari Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Keduanya sengaja di selenggarakan untuk memudahkan pemilik tanah mensertifikatkan dan mendaftarkan tanah milik mereka. Tidak bisa di pungkiri di tengah arus deras modernisasi hal-hal semacam itu memang sangat berguna.Â
Selain sebagai bukti kepemilikan seseorang atas tanah juga untuk memenuhi kepentingan lainnya semisal di samakan dengan aset lainnya seperti kendaraan, yang marak digunakan sebagai salah satu sarat meminjam uang di bank. Tapi tentu saja beda aset tanah dan aset kendaraan. Ada harga jual yang terus naik kalau tanah, sementara kendaraan jelas turun harga nya kecuali jika sudah masuk barang antik, harga nya mungkin bisa lebih mahal dari harga  beli. Itulah bedanya aset tanah, dan pentingnya keseriusan dalam kinerja yang menyangkut tanah masyarakat.Â
Proyek proyek yang menyangkut tanah apalagi yang datangnya dari pemerintah dari kementrian pertanahan ATR BPN. Harus  haruslah di garap dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai ada sejengkal tanah masyarakat yang berpindah kepemilikan bisa bahaya. Apalagi jika sudah mengikuti kedua program tersebut sudah bayar, sudah memberikan surat-surat yang di butuhkan.Â
Eh ternyata di lewat saja alias tidak tersertifikatkan / tidak terdaftar semuanya. Ketegangan tentu terjadi antara yang di amanahi sebagai pengurus proyek dengan yang mendaftarkan tanah mereka dan tidak jadi malah ada kehilangan surat-surat tertentu saat proses berlangsung.Â
Juga ada kecemburuan sosial antara yang jadi dengan yang tidak jadi di akibatkan karena tidak ada nya proses penggantian atas kerugian uang dan surat berharga yang hilang. Tidak bisa di pungkiri bahwa hal tersebut terjadi di lapangan, banyak yang menunggu sertifikatnya selesai sampai ada yang meninggal dunia dan sertifikat tanah nya belum jadi.Â
Atau ada yang kemudian mengembara jadi semacam tuna wisma. Kalau di barat /di negara maju semisal Korea Selatan kan banyak dan sudah pada paham mereka bukan orang bodoh, hanya terlewatkan saja. Sehingga banyak yang buka penampungan tuna wisma. Banyak yang kemudian masih bisa bekerja dan sukses. .
 Tentu pekerjaan rumah untuk pemerintah yang menyelenggarakan proyek2 semacam itu. Bukan semacam menghimpun dana dari masyarakat kan tapi untuk penataan pertanahan. Jadi alangkah lebih baik jika program atau proyek semacam itu di minimalisir jangan sampai ada yang tidak jadi atau ada pengembalian untuk yang tidak jadi dengan alasan yang tentu bisa terima.Â
Tokopedia aja barang yang rusak ada pengembalian nya. Jelas barangnya ada dan sampai hanya saja rusak. Ini proyek pemerintah yang sudah di garap sejak lama dan berkali-kali ada mungkin perbaikan pada kinerja yang di rasa kurang baik atau malah merugikan dan menyengsarakan masyarakat.
Bukan percepatan tapi di tata saja dirapihkan dan diperbaiki. Jangan sampai mengulang kesalahan yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H