Mohon tunggu...
Agustina Rita Kurniawati
Agustina Rita Kurniawati Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Apapun bisa kutulis, tapi yang ada di sini khusus tulisan ilmiah, hasil pikiran dari tugas-tugas kuliah Sastra Indonesia. Selamat Membaca!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puisi Kwatrin tentang Sebuah Poci Karya Goenawan Muhamad: Analisis Semiotika A. Teeuw

20 Februari 2024   19:12 Diperbarui: 20 Februari 2024   20:32 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Analisis Semiotika A. Teeuw

Teeuw mengemukakan model kajian semiotik dalam mengkaji karya sastra dengan model yang secara bertahap membongkar kode-kode bahasa, kode-kode sastra, dan kode-kode budaya.

A. Kode Bahasa

Kode Bahasa adalah sistem tanda berupa pemakaian dan penikmatan bahasa yang mengandung kelengkapkan konseptual dan menjadi dasar pemahaman dunia nyata. Apa yang membuat pesan kebahasaan menjadi sebuah karya seni? Jawabannya adalah fungsi estetiklah yang membuat sebuah pesan kebahasaan memiliki fungsi estetik. 

Fungsi estetik dapat terjadi karena bermacam-macam seperti pemakaian kata-kata yang aneh, kolot, asing, kata majemuk yang baru, maupun yang paradoksal, arkaisme, neologisme, dan sebagainya. Keistimewaan-keistimewaan inilah yang perlu pertama-tama disignifikasi.

Signifikasi Kode Bahasa di dalam puisi cenderung mudah dimengerti. Hanya berapa larik yang perlu ditafsirkan karena memiliki ambiguitas makna linguistik. Puisi ini mengandung sarana retorika, simbol, makna konotatif, dan rima yang sama di bait pertama. Sarana retorika tersebut ada di bait kedua berupa pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Apa yang berharga pada tanah liat ini selain separuh ilusi?

Simbol yang dimaksud di sini adalah keramik tanpa nama yang mengartikan bahwa itu adalah sebuah makam yang sudah diberi kijing. Pada keramik tanpa nama itu kulihat kembali wajahmu. Makna konotatif terdapat di bait pertama pada baris ketiga, Mataku belum tolol, ternyata. Pilihan kata tolol menunjukan sebuah makna yang berkonotasi negatif bagi pembaca atau pendengar.

Puisi pada bait pertama mengandung rima sempurna, yaitu u-u-a-a, sehingga pembacaannya terdengar lebih indah. Siginikasi kode bahasa memperlihatkan bahwa puisi "Kwatrin tentang Sebuah Poci" merupakan sebuah puisi yang menggunaan beberapa gaya bahasa dan sarana retorika. Pokok persoalan yang ingin disampaikan puisi ini hanya sederhana, yaitu kedukaan, tetapi penyampaiannya melalui berbagai macam gaya bahasa memperkaya pemahaman kita akan puisi ini.

B. Kode Sastra

Kode sastra adalah sistem semiotik yang mencakup hakikat kesusastraan dan anasir-anasir kesusastraan yang membataskan dan membuka kemungkinan pemberian makna yang sesuai pada karya sastra. Kode sastra disebut sebagai sistem semiotik sekunder (ein sekundares bodellbildendes system). 

Karya sastra seringkali secara sengaja mengubah konvensi-konvensi yang berlaku sebelumnya sehingga tampak asing. Keasingan-keasiangan dan keanehan-keanehan yang tampak haruslah diwajarkan kembali dengan cara menaturalisasikannya (Culler, 1975: 137). Kode-kode sastra adalah sistem yang menyangkut hakikat sastra (puisi, cerpen, novel, drama) dan unsur-unsur yang membangun karya sastra itu.

Untuk menafsirkan kode-kode sastra, kita melakukan 'naturalisasi' --membuat hal-hal yang asing dan aneh menjadi wajar dan dikenal. Dalam menafsirkan kode-kode sastra, ada banyak pilihan yang dapat dilakukan pembaca, yaitu menafsirkannya dengan teori I. A. Richard (mengungkap hakikat dan metode sastra), teori Strata Norma Roman Ingarden (teori strata), ataupun teori semiotika Riffaterre (khususnya pembacaan heuristik Riffaterre).

B.1 Analisis Kode Sastra dengan Penafsiran Pembacaan Heuristic Riffaterre.

(Suatu hari) Pada keramik (tanah liat yang dibakar, dicampur dengan mineral lain; barang tembikar (porselen)) tanpa nama itu kulihat kembali wajahmu (di sana)(.) Mataku belum tolol (sangat bodoh;bebal), ternyata untuk sesuatu yang (sudah) tak ada (sejak lama). Apa yang berharga pada tanah liat ini selain separuh ilusi(ku)? Sesuatu yang kelak (akan) retak dan kita membikinnya (kembali untuk) (di)abadi(kan).

Puisi "Kwatrin tentang Sebuah Poci" mengandung kode sastra yang mengungkapkan bahwa keramik yang dimaksud tersebut adalah sebuah kijing. Meratapi kijing dengan membayangkan wajah seseorang yang sudah meninggal dunia. Sepeninggalannya---tanah liat berbentuk poci yang menjadi kenangan.

C. Kode Budaya

Kode budaya adalah sistem tanda yang mengandung konsep (filosfi) dasar bagi pemahaman dunia nyata, karena di dalam 'tanda itu' terkandung pandangan sosial yang tidak dapat dihindari. Kode Budaya merupakan sistem semiotika yang mengacu pada "kerangka kebudayaan" yang melatar belakangi karya sastra.

Puisi "Kwatrin tentang Sebuah Poci" karya Goenawan Muhamad mengandung beberapa lapis kebudayaan yang perlu disignifikasi lebih rinci agar puisi ini dapat dipahami dengan komprehensif. Kode-kode budaya itu menyangkut budaya adat kematian dan seni gerabah.

Kematian merupakan tema utama puisi di atas. Hal tersebut terlihat di bait pertama yang menunjukan bahwa penulis mengungkapkan sedang meratapi keramik tanpa nama. Apa maksud keramik tanpa nama? Keramik tanpa nama tersebut adalah sebuah kijing. Menurut adat orang Jawa, seseorang yang sudah meninggal selama 1000 hari, kuburan yang awalnya hanya gundukan tanah harus ditimpa dengan kijing, yaitu batu penutup makam yang menyatu dengan batu nisan, terbuat dari pualam, tegel, atau semen. 

Selain itu juga ditunjukan bahwa keramik tersebut sudah tanpa nama, artinya seseorang tersebut sudah meninggal sejak lama, lebih dari 1000 hari. Berbicara soal budaya, puisi ini juga mengandung seni, yaitu seni gerabah (alat yang terbuat dari tanah liat). Sebuah poci menandakan bahwa puisi ini dituliskan beberapa puluh tahun yang lalu karena alat dapur masih terbuat dari tanah liat. Bait kedua sekaligus mengungkapkan bahwa poci tersebut menjadi sebuah peninggalan berharga dari seseorang yang sudah meninggal. Tidak hanya itu, seberapa berharganya poci yang dimaksud, suatu saat juga pasti akan sirna. 

KESIMPULAN 

Pendekatan objektif pada puisi Kwatrin tentang Sebuah Puisi menghasilkan analisis kode bahasa---berupa fungsi estetik dari kata-kata yang dituliskan pada puisi, rima, konotasi, dan makna kiasan yang cenderung mudah dipahami maknanya. Kode sastra dalam puisi tersebut berupa pengungkapan bahwa keramik yang dimaksud tersebut adalah sebuah kijing. Meratapi kijing dengan membayangkan wajah seseorang yang sudah meninggal dunia. Sepeninggalannya---tanah liat berbentuk poci yang menjadi kenangan, sedangkan kode-kode budaya yang dimaksud adalah budaya adat kematian masyarakat Jawa dan seni gerabah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun