Sekolah adalah masyarakat, masyarakat adalah sekolah. Bagaimana definisi sekolah yang sebenarnya? Menurut KBBI, sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran---menurut tingkatannya, ada dasar, lanjutan, dan tinggi; menurut jurusannya, ada dagang, guru, teknik, pertanian, dan sebagainya. Namun, apa yang terjadi ketika sekolah memiliki konsep yang berbeda dari sekolah pada umumnya---tidak memiliki gedung yang megah, melainkan hanya sekadar bangunan yang menyatu dengan rumah-rumah warga, tidak memberikan pelajaran agama, dan tidak berseragam?
Satu sekolah yang sangat unik telah berdiri sejak tahun 1994 sampai saat ini. Mulai berkembang---yang awalnya berada di daerah Mangunan, Yogyakarta, berpindah ke Cupuwatu, Yogyakarta---ke tempat yang lebih luas untuk bisa mengembangkan sekolahnya. Sekolah ini didirikan oleh Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya (alm.) atau biasa disapa Romo Mangun---dikenal sebagai pejuang sosial dan pendidikan. Romo Mangun merupakan seorang arsitek, pastor, budayawan, sekaligus sastrawan.
Berangkat dari kepedulian terhadap kaum miskin dan terpinggirkan, Romo Mangun menyediakan sekolah untuk anak-anak miskin sekaligus melakukan uji coba, meneliti, dan merumuskan praktik-praktik pendidikan dasar lewat Sekolah Kanisius Mangunan yang berada di Kampung Mangunan. Sekolah ini sebelumnya hampir mati, tetapi tetap hidup berkat Romo Mangun yang melakukan uji coba dengan memberikan inovasi terhadap sekolah tersebut. Sekolah yang unik, dibangun di tengah-tengah pemukiman warga, bahkan ada beberapa kelas yang bersekat dengan rumah atau kamar warga sekitar. Berdiri dan berkembang dengan sebuah kebebasan. Pendidikan terpenting yang tertuju pada perkembangan dan respons anak terhadap lingkungan sekitar.
Notabene Romo Mangun yang merupakan sosok pejuang kemerdekaan---sangat bertolak belakang dengan sistem pendidikan saat itu yang dianggapnya sebagai sebuah penjajahan atau terpengaruh oleh penjajah, salah satunya adalah pelajaran baris-berbaris---memberikan gagasan bahwa sekolah yang dirintisnya harus membuat sistem pendidikan yang bisa mencerminkan negara ini sebagai negara yang multicultural dan negara yang telah merdeka. Beliau menjadikan sekolah sebagai laboratorium---ladang untuk bereksperimen, sehingga beliau memutuskan untuk memisahkan diri dari Yayasan Kanisius dan memberi nama baru---SD Eksperimental Mangunan, kemudian berkembang menjadi TK-SD-SMP, sekarang dikenal dengan Sekolah Eksperimental Mangunan.
Sesuai dengan gagasan Romo Mangun yang menjunjung tinggi keberagaman, siswa-siswi dan guru di sekolah ini dibebaskan dalam berseragam dengan tujuan supaya siswa-siswi mengetahui bahwa mereka merupakan makhluk yang unik---berbeda-beda dan tidak dapat diseragamkan.
Konstruksi bangunan yang sangat sederhana merupakan salah satu keunikan yang ada di sekolah ini. Kental kaitannya dengan ciri khas bangunan yang didesain oleh Romo Mangun---karena beliau merupakan arsitek, sekolah ini bersanding dengan budaya, yaitu bentuk konstruksi bangunan yang Njawani, dengan pintu-pintu yang rendah, berpendopo, dan bangunan yang bernuansa kayu-kayu yang berukir. Hal yang sedemikian rupa dibuat untuk mengenalkan siswa-siswi kepada kearifan lokal Bangsa Indonesia. Selain itu, konstruksi sekolah yang menyerupai rumah pada umumnya bisa menjadi wujud  atau cerminan dari jalinan kedekatan antara dua pihak, yaitu pengajar dengan peserta didik atau bahkan juga dengan orang tua siswa karena rumah merupakan tempat pertama untuk mengenyam pendidikan dasar bagi seorang anak melalui perantara orang tua sebagai pendidiknya.
Sekolah Eksperimental Mangunan memiliki sistem pendidikan yang berbeda dari sekolah-sekolah lainnya karena sekolah ini sangat mengajarkan atau menekankan tentang bagaimana manusia menjalani kehidupannya, khususnya dalam bersosialisasi bersama masyarakat---di sisi ajaran yang bersifat akademik.
Berbicara tentang multukultural di Indonesia, salah satunya adalah agama---sekolah ini mengajarkan tentang kereligiusitasan atau pembelajaran iman, bukan pelajaran dengan judul agama (yang secara spesifik)---mendidik dengan metode komunikasi iman karena sekolah ini menganggap bahwa yang beragama belum tentu memiliki sifat religius dan seseorang yang religius belum tentu beragama.Â
Agama dalam konteks ini biasanya mengacu pada praktik berdoa, ritual tertentu, dan sistem kepercayaan yang dianut oleh kelompok orang. Ini dapat mencakup keyakinan tentang moralitas, keberadaan Tuhan atau dewa-dewa (yang dipuja), dan tata cara ibadah.. Sementara itu, religius diartikan sebagai sikap seseorang terhadap kepercayaan dan spiritualitas. Religius dapat diartikan sebagai sifat yang mendalam dan intens dalam mengamalkan kepercayaan. Sekolah Eksperimental merupakan sekolah yang universal, sehingga keberagaman (khususnya agama) sangat dihormati dan dihargai oleh sekolah ini.Â
Kerap kali sekolah-sekolah hanya mengedepankan akademik peserta didiknya hingga lupa bahwa mereka hidup di tengah-tengah masyarakat. Tanpa diajarkan, peserta didik atau anak-anak yang berusia TK-SD akan kesulitan untuk mengenal lingkungan, tentang bagaimana manusia bisa mengenal kehidupan, dan bagaimana cara bermasyarakat. Oleh sebab itu, sekolah ini didirikan untuk mencapai tujuan kehidupan manusia yang sesungguhnya. Tidak hanya menonjol dalam akademik, tetapi juga tentang soft skill-nya. Masyarakat merupakan sumber belajar bagi manusia. Seseorang dididik untuk masyarakat dan kembali untuk bermasyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H