Kata Kak Mesha, "Enggak apa-apa. Makainya kayak Bu Shinta itu, lho. Istri Gus Dur. Tahu 'kan?"
"O, iya. Bu Shinta. Tahu, tahu."
Akan tetapi, persoalan belum kelar sampai di situ. Kami masih mencari strategi supaya diizinkan masuk masjid karena belum ada kerudung untuk Kak Mesha.
Saat seorang satpam perempuan keluar dari masjid, saya mengejar dan memanggilnya, "Mbaaak, Mbaaak!"
"Iya? Ada yang bisa saya bantu?"
"Gini, Mbak. Masuk masjid 'kan wajib berkerudung. Apa di sini tersedia kerudung yang bisa dipinjam? Supaya pengunjung yang tak berjilbab bisa masuk?"
"Hmm. Enggak."
Duh! Jawaban Mbak Satpam meruntuhkan asa. Semula saya berharap pengelola Masjid Raya Sheikh Zayed menyediakan pinjaman kerudung bagi pengunjung yang tak berjilbab. Ternyata tidak.
"Aku pakai mukena dari luar sajalah. Nanti dilepas lagi kalau mau wudu," kata Kak Mesha akhirnya.
"Ah, iyaaa. Iyaaa. Betul sekali," respons saya dengan gembira. Merasa telah menemukan strategi jitu untuk masuk masjid. Tak ada rotan, akar pun jadi.
Konyolnya, kami menyusun strategi itu tepat di depan gerbang utara yang juga ada satpamnya. Adapun Kak Dian dan Kak Mesha ditegur satpam di gerbang selatan. Alhamdulillah tak ada teguran lagi setelah penampilan mereka berubah syar'i.