Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Yang akan Anda Peroleh Kalau Jalan Kaki di Yogyakarta

19 Oktober 2022   23:56 Diperbarui: 20 Oktober 2022   00:01 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalan kaki di Yogyakarta (Dokpri Agustina)

Nah, ini poin utamanya: KARENA INGIN. Bukan sebab merasa sungkan. Bukan sebab malu diboncengkan. Bukan pula sebab khawatir nanti istri atau pacarnya cemburu.

Ketika melihat kesungguhan penolakan saya dan akhirnya yang bersangkutan bersedia memaklumi, berarti aman. Agenda jalan kaki pada hari itu tidak mendadak batal. Menyenangkan.

Namun, sayang sekali niat dan rencana jalan kaki saya juga kerap gagal total gara-gara kejadian serupa. Hal itu terjadi jika berpapasan dengan orang yang sangat "memaksa" agar saya mau diboncengkannya.

Sudah gigih ditolak, masih saja terlalu agresif menyuruh saya naik ke boncengan sepeda motornya. Kata-kata ajakannya terasa intimidatif. Cenderung bernada tinggi dan terasa sedikit menghardik.

Contohnya begini, "Ayolah! Kelamaan kalau jalan kaki. Keburu panas ini! Apa susahnya sih, tinggal membonceng!? 'Kan lebih enak mbonceng toh, daripada jalan kaki?!"

Makin ditolak, makin memaksa. Malah seperti bertengkar. Kalau ada orang yang melihat bisa dianggap macam-macam. Entah dengan laki-laki, entah dengan perempuan, yang namanya ribut-ribut pastilah sama-sama tidak asyik.

Ya sudah. Terpaksa saya mengalah. Dengan mendongkol, naiklah saya ke boncengannya. Tentu dengan menggerutu dalam hati, "Mau jalan kaki sebentar saja kok tak diizinkan? Apa susahnya membiarkan saya jalan kaki?"

Yup! Yang semacam itulah yang bikin kacau rencana hidup. Sementara kalau dipikir-pikir, apa susahnya bagi mereka untuk membiarkan saya berjalan kaki? Toh saya tak bermaksud untuk jalan kaki Yogyakarta-Jakarta? Jadi, tak ada yang perlu dicemaskan.

Baiklah. Diambil sisi baiknya saja. Berpikir positif saja bahwa mereka melakukan itu sebab sayang dan perhatian. Iba kepada saya yang terlihat sendirian berjalan di antara desau angin persawahan dan tarian pepohonan.

Apa boleh buat? Mereka tidak tahu, justru karena ingin menikmati sensasi angin sawah itulah saya sengaja jalan kaki dari rumah menuju mulut gang.

Setelah sampai mulut gang, baru saya akan order ojek daring. Kalau titik jemputnya rumah, automatis saya hanya akan melintasi area persawahan tanpa penghayatan sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun