Terusterang saja saat pertama kali diajak seorang teman untuk menghadiri "Malam Tirakatan" di kampungnya, saya amat terkejut. Mengapa? Sebab rangkaian acaranya sama dengan rangkaian acara pentas seni Agustusan di kampung halaman saya.Â
Tak jadi soal sih, sebenarnya. Yang terpenting semua itu mengindikasikan bahwa orang-orang antusias menyambut HUT kemerdekaan Republik Indonesia tercinta.Â
Bagaimanapun bisa membuat siapa  saja menjadi tersadarkan bahwa Indonesia masih ada. Alhamdulillah.Â
Akan tetapi, saya yang kurang menyukai kehirukpikukan ini menjadi sedikit tersiksa manakala menerima undangan "Malam Tirakatan" di kampung. Mau tidak mau mesti hadir, dong.Â
Sementara hasrat hati ini, pada tanggal 16 Agustus di sepanjang hari, maunya me time. Menyendiri, melakukan semacam refleksi diri, atau hal-hal lain yang tak melibatkan khalayak ramai. Â
Yeah? Apa boleh buat hasrat tersebut tiada pernah kesampaian. Hingga akhirnya ada pandemi. Yang berarti pada Agustus 2020 dan 2021, keinginan bersunyi ria jelang HUT RI terkabul. Tentu saya gembira karenanya meskipun tak suka pandeminya.
Nah! Yang tak disangka-sangka, ternyata pada tahun ini di kampung tempat tinggal saya sekarang, masih tak ada "Malam Tirakatan". Sementara pada hari-hari sebelumnya diadakan lomba-lomba dan jalan sehat yang heboh.
Wow! Kejutan manis buat saya, dong. Jadi, saya bisa tenang-tenang membaca, menulis semacam refleksi-refleksi hidup, dan sesekali rebahan dengan tenang di rumah.Â
Hmm. Jangan salah sangka dengan kekurangantusiasan saya dalam menerima gemerlap "Malam Tirakatan". Bukannya saya anti-NKRI atau gimana-gimana. Hanya saja, saya 'kan ingin merenungkan ulang perjalanan hidup saya, mengoreksinya, tepat pada tanggal ketika saya dilahirkan. Demikian.
Baiklah. Saya akhiri tulisan ini. Selamat bertirakat bagi Anda yang hendak lanjut tirakatan. Selamat HUT ke-77 Indonesiaku.
Salam.