Alhamdulillah. Telah dua puluh hari Ramadan kita jalani. Kini tibalah di bagian sepuluh hari terakhir. Yang salah satu dari malam-malamnya merupakan malam lailatul qadar.
Terus terang saja, saya merasa lega sekaligus menyesal. Lega sebab telah dimampukan-Nya  berpuasa hingga hari ini. Adapun menyesalnya gara-gara sadar bahwa di sepanjang dua puluh hari terdahulu itu, saya tidak begitu gigih beribadah. Â
Apa boleh buat? Penyesalan memang selalu datang belakangan. Kalau yang selalu di awal 'kan pendaftaran.
Tentu saya tak mau menyalahkan setan. Selain selama Ramadan "si dia" dikerangkeng agar tak bisa merdeka menggoda manusia, bukankah jika tahan godaan, saya tetap sanggup maksimal beribadah?
MALAM SERIBU BULAN
Sebagaimana diketahui, Ramadan adalah bulan suci. Ibarat kawah candradimuka yang berfungsi mendidik tiap muslim agar mampu memaksimalkan waktu hidupnya untuk beribadah.
Lebih baik itu, ada satu malam yang kebaikannya (keutamaannya) setara dengan seribu bulan di dalam Ramadan. Yup! Itulah malam lailatul qadar. Sebuah malam yang penuh kemuliaan.
Barangsiapa berhasil menjumpai malam lailatul qadar, mengalirlah pahala yang jumlahnya setara dengan pahala beribadah selama seribu bulan kepadanya.
Iya. Hanya yang berhasil menjumpai malam lailatul qadar yang mendapatkan pahala besar tersebut.Â
Sekali lagi, yang berhasil. Jadi, tidak semua orang bakalan mendapatkannya.
Kalau tidak pernah berjuang untuk menemukan lailatul qadar, mana mungkin bakalan menemukan malam istimewa itu?
 Ingatlah bahwa Allah SWT sungguh Mahaadil. Tiap hamba-Nya pastilah akan menerima "reward" yang sesuai dengan perjuangan masing-masing.