Memang Tak Aroma Perayaan Imlek
Benar saja. Di dalam gang tak ada kerumuman manusia. Akan tetapi, sepeda motor hilir mudik tidak karuan. Bikin pejalan kaki mesti ekstra hati-hati supaya tak tertabrak.Â
Ruas jalan sempit yang biasanya dipakai untuk stan-stan PBTY (Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta) dipenuhi mobil. Yeah! Mobil siapa lagi kalau bukan mobil para wisatawan?Â
Kami terus berjalan hingga sampai di perempatan kecil. Tanpa ragu kami putuskan untuk terus ke timur. Dengan harapan, di Kampung Ketandan bagian timur bakalan berjumpa dengan pernak-pernik apa pun dalam rangka perayaan Imlek 2022 di Yogyakarta.Â
Lagi pula, pilihan terus ke timur adalah opsi paling aman bagi pejalan kaki. Yup! Makin ke timur berarti makin menjauhi Malioboro. Berarti jalanan menjadi lebih lengang.Â
Adapun jalanan lengang adalah sesuatu yang membahagiakan kami. Mengapa? Sebab bisa leluasa berjalan kaki sembari jeprat-jepret. Seperti ini ....
Tahun Macan Air dalam sunyi. Karena ternyata di sepanjang jalan yang kami lewati, sama sekali tak ada pernak-pernik Imlek. Ya sudah. Foto di atas menjadi semacam pelipur lara. Daripada pulang dengan tangan hampa toh?Â
O la la! Yogyakarta memang menyambutPelipur lara lainnya, kami malah bisa singgah ke warung yammie yang selama ini ingin kami singgahi. Sungguh tak menyangka bila warungnya buka meskipun jelang Imlek. Bikin kaget campur senang saja, deh. Untung perut kami pas tidak kenyang. Hahaha!Â
Luar biasa. Setelah beberapa kali gagal singgah, entah sebab warungnya sedang tutup atau karena saking penuhnya dan kami enggan mengantre lama, kok ya kemarin tanpa rencana malah sukses jajan di situ.Â
Hidup memang acap kali begitu, ya? Sesuatu yang direncanakan A, yang diperoleh malah B. Kami berangkat dengan misi jeprat-jepret momen Imlek sepuasnya, malah pulang dengan perut terisi yammie.
Hmm. Tak jadi soal. Bagaimanapun perjalanan kemarin sore menambah pengalaman hidup saya terkait Imlek.Â