Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pengalaman Bertetangga dengan Keluarga Copet di Yogyakarta

20 Agustus 2021   09:34 Diperbarui: 20 Agustus 2021   09:50 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Sampai di sini tampak tak ada lagi masalah 'kan? Hmm. Secara umum masalah memang bisa dianggap selesai. Pak RT bisa bernapas lega. Namun, malang bagi saya dan tetangga depan rumah. Masalah kami justru dimulai ketika Heni dan anak balitanya rutin kongkow-kongkow di teras rumah yang saya tinggali.

Bukan sebab mereka berbuat anarkis atau melakukan perbuatan merugikan lainnya. Yang terjadi malah kebalikannya. Secara kasat mata Heni memberikan keuntungan materiil kepada kami. Tetangga depan rumah yang punya toko kelontong merangkap warung jajanan bocah memperoleh konsumen baru yang royal jajannya, sementara saya menjadi lebih hemat karena anak selalu dibelikan jajanan oleh Heni.

Hanya saja .... Sebagai ibu-ibu yang lumayan rajin ikut pengajian, kami galau berat dengan status kehalalan rezeki nomplok yang kami peroleh itu. Andai kata tak tahu kalau Heri dan Heni berprofesi sebagai copet sih, kami senang-senang saja. Sang pemilik warung senang kelarisan, saya senang dapat traktiran. 

Akhirnya kami menyempatkan diri untuk berkonsultasi dengan ustaz kampung. Alhamdulillah, ustaz merespons curhatan kami dengan bijaksana. Beliau bilang kepada pemilik warung, "Insyaallah itu rezeki panjenengan (Anda). Dia 'kan statusnya membeli. Perkara mendapatkan uangnya dari mana, itu beda urusan. Lagi pula, kalau panjenengan menolak ia berbelanja, perasaannya malah akan tersakiti."

Kepada saya, beliau juga mengatakan hal senada. "Jangan ditolak kalau dia memberikan sesuatu. Terima saja sambil mendoakannya agar segera berganti pekerjaan halal."

Alhasil, sejak saat itu kami tidak gamang lagi. Saya dan tetangga depan rumah tidak melukai perasaan Heni. Saya pun bersyukur lama-kelamaan Heni tak royal mentraktir lagi. Walaupun di sisi lain, saya sedih sebab tahu bahwa seiring waktu pendapatan dari mencopet kian menurun.

Hingga suatu ketika keluarga Heri-Heni berpamitan. Mereka bilang kalau hendak pulang kampung. Sejujurnya saya antara senang dan sedih mendengar hal itu. Sedih sebab kehilangan tetangga. Senang sebab saya membayangkan mereka hendak memulai hidup baru dengan sumber penghasilan yang "benar".

Heni sempat memberikan nomor kontak HP-nya kepada kami. Beberapa bulan menetap di kampung halamannya, ia masih kerap berkirim SMS. Bercerita suka dukanya dalam merintis warung makanan di salah satu objek wisata pantai di daerahnya. Ia berjanji pula untuk mengirimkan rendang hasil masakannya kepada kami.

Namun, manusia berencana Tuhan menentukan. Tepat saat ia sedang bersiap memasak untuk kami, gempa berkekuatan besar melanda daerah tempat tinggalnya. Heni masih sempat berkirim SMS. Meminta maaf sebab harus tinggal di pengungsian sehingga batal berkirim rendang.

Tentu saja kami memaklumi keadaannya. Akan tetapi. sejak saat itulah kami kehilangan kontak dengan Heni. Semoga ia baik-baik saja dan sang suami sudah punya sumber penghasilan halal.  Secara khusus saya bahkan memperkuat pengharapan tersebut.

Walaupun beberapa waktu kemudian kami memperoleh kabar bahwa Heri mengajak keluarganya pulang kampung demi keamanan. Rupanya tatkala itu ia sedang menjadi target penangkapan sebab terlibat dalam aksi penjambretan. Intel sudah mengetahui informasi valid terkait lokasi keberadaan dirinya dan tempat tinggalnya di desa kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun