Ternyata generasi P4 bukanlah generasi terbaik dalam hal pelaksanaan/pengamalan Pancasila beserta butir-butirnya. Terbukti, sampai sekarang koruptor dan pejabat yang tak amanah tidak kurang-kurang jumlahnya. Sementara mayoritas pemegang tampuk kekuasaan saat ini berasal dari generasi P4.Â
Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa sejak SD, mereka telah khatam menghafalkan Pancasila beserta sekian banyak butirnya. Tentu melalui mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) dan materi tambahan khusus tentang P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).Â
Pastinya pula telah puas mengikuti penataran P4 yang berdurasi ratusan jam. Ratusan jam? Really? Iya, dong. Mereka yang sejak masuk SMP sudah mengikuti penataran P4, dapat dipastikan termasuk ke dalam golongan ini.Â
Agar sahih, mari hitung bersama-sama. Saat masuk SMP wajib ikut penataran P4 pola 45 jam. Demikian pula saat masuk SMA. Kalau lanjut kuliah di Perguruan Tinggi Swasta (PTS), wajib ikut penataran P4 pola 45 jam. Jika kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), polanya malah 100 jam.
Jadi seorang WNI yang menempuh pendidikan formal SMP, SMA, dan PTS berarti telah mengikuti penataran P4 selama 3 x 45 jam = 135 jam. Kalau kuliahnya di PTN berarti 2x 45 jam plus 100 jam (total 190 jam).
Akan tetapi, berhubung saya pernah kuliah setahun di PTS sebelum diterima PTN, total keikutsertaan saya dalam penataran P4 tentu lebih banyak lagi. Mencapai 3x 45 jam plus 100 jam. Berarti 235 jam.Â
Iya, sih. Saya memang punya empat sertifikat penataran P4. Terlalu akrab dengan P4 'kan saya? Itu pun masih ditambah dengan pengalaman menjadi wakil sekolah (saat SD) untuk lomba cerdas cermat P4. Plus asupan reguler dari mata pelajaran yang disebut PMP.
Namanya juga lomba. Pastilah sebelum maju di hari H, ada latihan-latihannya. Alhasil, saya dan dua kawan setim sekeras mungkin berusaha menghafalkan ke-36 butir Pancasila.Â
Kalau ditanya, apakah saya mampu menghafal dengan baik butir-butir Pancasila tersebut? Jawabannya tentu tidak. Waktu itu hafalnya sebagian besar saja. Adapun sekarang malah tak hafal sama sekali. Hehehe ....
Namun, tenang saja. Fakta membuktikan bahwa Pancasila tak ada gunanya jika sekadar dihafalkan tanpa dihayati, apalagi tanpa diamalkan sama sekali. Sementara dalam keseharian, saya bisa dikatakan selalu bersikap Pancasilais.
Jangan suuzon. Kelihatannya saya memang tengah memuji diri sendiri. Namun ketahuilah, apa yang saya sampaikan sesungguhnya kenyataan. Bukan pujian kosong.Â