UNTUNG saja aku memutuskan ikut ke Nagoya Japanese Fusion Resto bareng para kompasianer Jogja. Alhasil aku jadi tahu bahwa tempat makan tersebut sesungguhnya, tidak jauh-jauh amat dari kehidupanku. Ternyata, oh, rupanya. Nagoya Resto menjadi favorit banyak kawanku. Termasuk seorang kawan yang berasal dari Jepang sono.
Dan pemiliknya, Mas David, dikenal baik oleh mereka. Astaga! Rupanya di antara mereka, hanya aku yang belum tahu beliau. Padahal si pemilik Nagoya Japanese Fusion Resto itu, ternyata, satu fakultas (namun beda jurusan) denganku. Â Eaaa .... Ke mana saja daku?
Connecting People
Mas David bercerita, istri dan adik iparnya menyatakan bahwa Nagoya Japanese Fusion Resto itu connecting people. Menghubungkan orang-orang. Mempertemukan orang-orang yang sesungguhnya saling kenal. Mempersatukan. Dan, itu sangat benar. Aku telah membuktikannya tanpa sengaja. Ckckck!
Ceritanya begini. Begitu aku memamerkan beberapa hasil racikan dapur Nagoya Resto di medsos (FB dan IG), lalu makbruuul ... bermunculanlah aneka komentar. Tentu saja yang berkomentar kawan-kawanku. Ada yang bilang ngiler, ada yang protes sebab tak kuajak makan di situ, ada yang menitip salam buat Mas David, dan ada yang memuji-muji beliau.
Lhah! Aku 'kan bingung jadinya? Bingung kecampuran bengong. Untung tidak sampai songong. Pikirku, "Kok mereka tahu kalau pemilik Nagoya Resto bernama David? Padahal, yang kustatuskan nama menunya. Bukan nama pemilik restonya. Yang kupajang pun foto menunya. Bukan foto Mas David."
Usut punya usut, memang akunya yang kudet alias kurang up date. Dasaaar .... Maka pada kesempatan berikutnya, dengan semangat narsis habis, aku malah menjadikan fotoku bareng Mas David sebagai status medsos. Hasilnya? Woww! Makin banyaklah golongan yang membuktikan perihal connecting people tadi. Jumlah kawanku yang menitip salam untuk Mas David bertambah.
Ujung-ujungnya, tanpa melit alias kepo aku sudah mendapatkan informasi lumayan banyak tentang beliau. Mulai dari informasi yang sepele hingga yang terkait dengan kesuksesannya dalam mengelola Nagoya Japanese Fusion Resto. Intinya, aku jadi paham mengapa Nagoya Resto dari hari ke hari bisa makin berkembang melalui program kemitraan yang tidak mengikat.
  Â
O, ya. Hal sepele namun banyak dibahas itu salah satunya soal chubby. Berdasarkan komentar yang masuk, aku jadi tahu. Tahu apa? Tahu bahwa dahulunya beliau tidak se-chubby sekarang. *Duh! Maafkan daku, Mas David. Diriku hanya menyimpulkan.*
Akina dan Makna Fusion
Selain kudet, aku juga ndeso tenan. Katrok. Sampai sebelum berkunjung ke Nagoya Japanese Fusion Resto, aku tak paham makna "fusion". Meskipun kerap kali menjumpainya nempel di belakang nama sebuah restoran, entah mengapa aku tak kunjung paham. Sudah begitu, tak pernah pula tergerak untuk memahaminya.
Ketika mendengar pemaparan Mas David dan mencicipi menu-menu di Nagoya Resto, barulah aku ngeh. Fusion itu berarti gabungan dua rasa atau lebih. Katakanlah, sebuah perpaduan citarasa masakan. Dalam hal ini, perpaduan citarasa antara masakan Jepang ala Nagoya dengan citarasa masakan Indonesia. Jadi dijamin, menu-menu yang tersedia di Nagoya Resto cocok dengan lidah konsumen Indonesia. Aih! Sebuah pemahaman yang terlambat, judulnya. Ampun, deh. Parah, parah.
Lalu, aku teringat pada Akina. Siapa dia? Dia adalah seorang gadis Jepang, kenalanku. Lumayan keren memang. Aku yang wong ndeso kok sampai bisa punya kenalan orang Jepang asli. Tapi aku lupa, Akina itu entah berasal dari Jepang bagian mana.
Lalu, apa hubungan Akina dengan Nagoya Resto? Nah, itu dia! Dulu ketika masih tinggal di Jogja, Akina beberapa kali mengundangku makan di tempat kosnya. Yang kami makan adalah hasil masakannya. Sudah pasti ala Jepang.
Sembari makan kami mengobrolkan apa saja. Salah satunya tentang resto-resto makanan Jepang yang ada di Jogja. Tatkala itu Akina sempat bilang, dia paling cocok dengan masakan Jepang di Nagoya Resto (jangan-jangan dia berasal dari Nagoya?). Dia bilang juga kalau lokasi Nagoya Resto bersebelahan dengan Mirota Kampus. Padahal sesungguhnya tidak bersebelahan, tapi berdekatan. Kalau dari Mirota Kampus ke barat, sebelum Jembatan Sarjito, kanan jalan, bersebelahan dengan kantor ojek kuning.
Alhasil sampai sebelum berkunjung ke Nagoya Resto, yang ternyata beralamat di Jalan Sarjito Nomor 11, aku tak pernah menemukan resto Jepang apa pun di lokasi yang ditunjukkan Akina. Ya, tentu saja begitu. 'Kan memang salah alamat?
Dua Favoritku
Meskipun yang jadi jawara di Nagoya Resto pusat dan seluruh cabangnya adalah menu ramen, aku justru punya selera tersendiri. Ada dua menu yang jadi favoritku. Dan ternyata, keduanya merupakan menu nonkuah. Voila .... Inilah dua menu favoritku.
Bermula dari Rindu
Berdirinya Nagoya Japanese Fusion Resto bermula dari sebuah rasa yang bernama rindu. Iya. Karena rindunya yang membuncah terhadap makanan-makanan ala Nagoya (yang di Jepang sono), Mas David lalu melakukan eksplorasi dapur. Dengan dibantu oleh sang mama, beliau praktik trial and error untuk menemukan formula resep yang tepat. Yang dirasakannya paling mirip dengan citarasa yang telah dicecapnya semasa tinggal di Nagoya, dulu, saat mengikuti program pertukaran pelajar.
Setelah sekian lama, upaya tersebut berhasil. Formula-formula yang mereka temukan itulah yang kini dapat kita nikmati di  Nagoya Japanese Fusion Resto. Wah, wah. Ini sih, namanya sebuah rindu yang produktif. Tidak bikin galau, tapi bikin duit melimpah. Bahkan, yang melimpah bukan hanya duit Mas David. Duit para mitra Nagoya Japanese Fusion Resto juga. Hmmm. Inspiratif!
Ujung-ujungnya .... Â
Nagoya Resto benar-benar membuatku yakin bahwa dunia memang sesempit daun kelor. Sebab aku jadi tahu, kawan-kawanku ternyata juga merupakan kawan-kawan pemiliknya. Tapi anehnya, mengapa tak satu pun dari mereka yang pernah berkisah tentang Nagoya Resto kepadaku. Why? Aih! Jangankan memberikan tawaran traktiran kepadaku. Berkisah saja mereka lupa. Â Hmmm. Atau jangan-jangan, mereka takut aku ketagihan ditraktir di situ? Aduh, aduh. Rasanya pikiran mereka kepadaku terlalu buruk, deh.
Baiklah. Kuakui bahwa aku suka sekali kalau ditraktir makan. Tapi untuk makan sesuatu yang cocok di lidah, aku ikhlas-ikhlas saja untuk merogoh kocek sendiri. Serius. Karena beberapa menu di Nagoya Resto nancep di hati dan lidahku, otomatis aku siap untuk merogoh kocekku. Lagi pula, harganya amat bersahabat untuk orang-orang berstatus ekonomi kurang jelas sepertiku. Haha!
Jadi kawan-kawanku, kapan kita ngumpul-ngumpul seru di Nagoya Japanese Fusion Resto? Bersama berbagi cerita dan berbagi ceria. Kutunggu kalian di sana, ya.
FB Â Â Nagoyafusion Jogja
IG Â Â @nagoyafusion
web  https://nagoyafusion.net/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H