Apa yang terlintas di kepala kita jika mengetahui kata tentang anak muda? hmm pasti banyak persepsi -persepsi yang menggambarkan tentang mereka, mulai dari generasi penerus bangsa, harapan orang tua, memiliki pengetahuan luas, mampu bekerja keras, atau bahkan sudah sukses diusia muda.Â
Bukankah itu menjadi stereotip ketika mendengar istilah anak muda? perlu diketahui stereotip seperti itu dapat menjadi beban anak muda untuk mereka mengekpresikan dirinya sendiri tanpa memperdulikan kata orang lain terutama dilingkungannya.
Baiklah sebelum kita membahas lebih jauh lagi sebenarnya anak muda itu siapa sihh?. Menurut WHO dikutip dari media maritim muda, Anak Muda (Young People)’ berusia 10-24 tahun sebagai kombinasi dari Remaja dan Pemuda, terlihat seperti usia-usia yang seharusnya dapat bebas mengekspresikan keinginannya dan mencoba berbagai hal untuk bekal pengalaman diusia senja nantinya tanpa memikirkan beban-beban yang menjadi penghalang mereka meraih kebebasannya. Mereka dituntut untuk memiliki gagasan yang kaya dan luas, kritis, berani, keinginan belajar yang tinggi dan masih banyak lagi.
Banyak cita-cita yang ingin mereka capai diusianya yang terbilang masih muda dengan berbagai potensi-potensi yang dimiliki juga keunikan yang mereka punya sebagai identitas masing-masing individu. Dan tak luput peran orang tua dan orang-orang terdekatnya dalam membantu mewujudkan ekspektasinya.Â
Akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa realitanya tak banyak dari mereka yang sanggup untuk mewujudkan ekspetasinya. mereka terlalu berkutat pada asumsi-asumsi pengalaman dari para role modelnya yang membuat mereka maju mundur akan mewujudkannya sendiri. mereka terlalu memaksa untuk menjadi seperti keinginannya tanpa memperdulikan dampak dan beberapa korban atas tindakannya dan justru akan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.
Kembali ke pembahasan awal mereka terlalu memaksakan kehendak mereka karena pelabelan anak muda yang digadang-gadang menjadi sumber kebahagiaan, kesuksesan dan dapat mengangkat derajat keluarganya. sungguh berat bukan jika kita sudah dituntut untuk sempurna dan menanggung harapan-harapan mereka sejak muda tak khayal banyak anak muda yang memilih untuk mengakhiri kehidupan mereka karena merasa tidak kuat untuk menanggung beban yang ia rasakan.
Selain itu tingkat pengangguran di Indonesia khususnya dikalangan anak muda juga sangat tinggi, dimana mereka terlalu mematok standar yang tinggi untuk jenjang karirnya tetapi tidak diimbangi dengan usaha dan skill yang mereka miliki.Â
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada November 2023, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 5,32% atau setara dengan 7,86 juta pengangguran.
Adapun tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia di antaranya Banten sebesar 7,52%, Jawa Barat sebesar 7,44%, Kepulauan Riau sebesar 6,8%, DKI Jakarta sebesar 6,53%, Maluku sebesar 6,31%, Sulawesi Utara sebesar 6,1%, Aceh sebesar 6,03%, Sumatera Barat, 5,94%, Sumatera Utara sebesar 5,89%, dan Papua Barat sebesar 5,38%.
Mayoritas pengangguran di Indonesia berusia di kisaran 15-24 tahun. Masuk usia anak muda yang menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran di Indonesia, selain itu ketersediaan lapangan kerja masih menjadi tantangan besar pemerintah.Â
Program pemerintah menggenjot infrastruktur dan hilirisasi untuk membuka lapangan kerja padat karya belum sepenuhnya menyerap penduduk usia produktif. Bahkan, pengangguaran di kalangan terdidik justru meningkat. (Dikutip dari sumber CNBC Indonesia)