Seringkali kita mendengar ungkapan Phobia dimana kata tersebut menunjukkan kondisi ketika individu mengalami ketakutan berlebihan terhadap situasi, objek, atau tempat yang umumnya tidak terlalu membahayakan. Namun, pernahkah mendengar istilah Islamophobia? Dimana kata islam merujuk kepada suatu agama yang diikuti oleh kata phobia merujuk pada ketakutan, kebencian, atau prasangka terhadap Islam dan umat Muslim. Fenomena ini telah menjadi perhatian global, terutama setelah serangkaian peristiwa traumatis yang melibatkan terorisme, konflik, dan stereotip negatif terhadap umat Muslim. Banyak dari prasangka buruk berakar dari ketidakpahaman dan kurangnya interaksi dengan budaya serta tradisi islam.
Islamophobia tidak dapat dipahami secara sepihak karena hal tersebut adalah fenomena sosial yang kompleks. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketakutan terhadap yang tidak dikenal sering kali muncul ketika individu atau kelompok kurang memiliki pengetahuan atau pengalaman langsung dengan budaya atau agama tertentu. Islamophobia sering kali diperparah oleh media yang menyebarkan informasi yang tidak akurat atau menyesatkan tentang umat Muslim. ketidakpahaman tersebut tidak hanya menciptakan ketakutan, tetapi juga memicu tindakan diskriminatif dan kekerasan terhadap individu Muslim.
Banyak fenomena yang memicu munculnya Islamophobia salah satunya yang terjadi pada akhir juli 2024 yaitu kerusuhan yang dilakukan oleh kelompok sayap kanan English Defence League (EDL) dan protes anti-imigrasi telah terjadi di Inggris, Irlandia Utara, dan Wales. Kerusuhan tersebut terjadi setelah penusukan massal di Southport pada 29 Juli, yang menewaskan tiga anak. Penyerang dituduh secara keliru di media sosial sebagai seorang Muslim dan/atau pencari suaka. Misinformasi itu mengakibatkan apa yang disebut CNN (7/8/2024) sebagai "kekacauan terburuk yang pernah terjadi dalam lebih dari satu dekade" dalam bentuk tensi anti-Muslim, anti-imigran, penjarahan toko, pembakaran perpustakaan, dan penyerbuan hotel yang menampung pencari suaka.
Pada dasarnya, Islam, seperti agama lain yang mengajarkan kebaikan kepada sesama, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Prasangka terhadap Islam sering muncul dari ketidaktahuan atau misinformasi. Pendidikan dan pemahaman lintas agama dapat membantu menghilangkan ketakutan yang salah, sehingga menciptakan harmoni di tengah keragaman. Islam menekankan prinsip toleransi dan saling menghormati, yang dapat membantu meruntuhkan dinding prasangka dan ketakutan yang tidak berdasar.
Media sosial berperan ganda dalam isu Islamophobia. Di satu sisi, ia dapat memperkuat ketakutan terhadap yang tidak dikenal dengan menyebarkan hoaks, misinformasi, dan narasi yang bersifat kebencian. Namun, di sisi lain, media sosial juga dapat digunakan sebagai alat untuk melawan stereotip, mempromosikan toleransi, dan menciptakan dialog yang sehat antar kelompok. Platform seperti Facebook, Twitter, dan YouTube menggunakan algoritma yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan pengguna. Konten yang bersifat kontroversial atau emosional sering kali mendapatkan lebih banyak perhatian, karena cenderung memicu respons yang kuat, baik itu komentar, like, atau share. Sayangnya, hal ini menciptakan situasi di mana konten yang mengandung kebencian atau hoaks anti-Muslim lebih mungkin tersebar luas, terutama jika konten tersebut menimbulkan perasaan takut atau marah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H