Mohon tunggu...
Agustina Anggi
Agustina Anggi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Agustina Anggrainie 220503110005 PBS A Dosen pengampuh Edi Purwanto M.Si

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perkembangan Demokrasi di Indonesia

16 November 2022   09:27 Diperbarui: 16 November 2022   09:41 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan konsep demokrasi tidak dapat dilepaskan dari sejarah munculnya deklarasi Kemerdekaan Amerika pada tahun 1776 dan Perancis tahun 1789. dalam perkembangan konsep demokrasi, tidak dapat dilepaskan dari adanya persmaan hak di depan hukum dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang kemudian berkembang dengan pembagian dan pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan judikatif. Hal ini juga tidak dapat dilepaskan munculnya konsep Negara hukum. 

Istilah Negara hukum antara Negara Negara yang menganut system hukum continental dan Negaranegara Anglo Saxon itu berbeda, yaitu Rechtsstaat, untuk yang menganut sistem hukum kontinental dan di negara-negara Anglo Saxon, menggunakan istilah Rule of Law. Demokrasi di I n d o n e si a berkembang seiring dengan pergolakan politik yang terjadi setelah kemerdekaan. Perubahan-perubahan konsep demokrasi terjadi mulai dari dekokrasi terpimpin, demokrasi parlementer sampai ke demokrasi presidensiil. Namun pada dasarnya, peranan pemerintahan dalam menjalankan demokrasi masih sangat dominant, karena dalam UUD 1945 beserta Amandemennya, mamsih nampak kekuasaan pemerintahan tetap lebih besar dibanding kekuasaan lainnya.

Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan, Indonesia sering mengalami perubahan berlakunya Undang-Undang Dasar. Mulai dari UUD 1945, Konstitusi RIS, UUD 1950, kembalinya UUD 1945 dan sampai dengan UUD 1945 setelah diamandemen pada tahun 2002. Secara konsepsional, masingmasing UUD merumuskan pengertian dan pengaturan hakekat demokrasi menurut visi penyusun konstitusi y a n g bersangkutan. Pada awal kemerdekaan ketika UUD 1945 menjadi hukum dasar tertulis bagi segenap bangsa Indonesia, muncul pergeseran gagasan ketatanegaraan yang mendominasi pemikiran segenap pemimpin bangsa. 

Semula gagasan tentang peranan negara dan peranan masyarakat dalam ketatanegaraan lebih dikedepankan. Gagasan itu disebut gagasan pluralisme. Selanjutnya dengan melihat realita belum mungkin dibentuknya lembaga-lembaga negara seperti dikehendaki UUD 1945 sebagai aparatur demokrasi yang pluralistik, muncullah gagasan organisme. Gagasan tersebut memberikan legitimasi bagi tampilnya lembaga MPR, DPR, DPA untuk sementara dilaksanakan Presiden 7 dengan bantuan Komite Nasional . 

Anehnya tindakan darurat yang bersifat sementara dan pragmatis tersebut dirumuskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Jangka waktu yang membatasi kekuasaan Presiden dan Komite Nasional dalam menjalankan fungsi-fungsi lembaga negara itu adalah sampai dengan masa enam bulan setelah berakhirnya Perang Asia Timur Raya. 

Kemudian MPR yang terbentuk berdasar hasil pemilihan umum oleh konstitusi diperintahkan bersidang untuk menetapkan UUD yang berlaku tetap. Tindakan tersebut wajib dilakukan MPR dalam enam bulan setelah lembaga yang bersangkutan terbentuk. Kita tahu bahwa UUD 1945 pada awal kemerdekaan disusun oleh sebuah paniti a yakni Paniti a Pe rsi apan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Secara konstitusional seharusnya UUD ditetapkan oleh MPR dan bukan oleh PPKI. Patut apabila berdasarkan sejarah penyusunannya dan redaksi Pasal II Aturan Peralihan, dikatakan bahwa UUD 1945 adalah UUD yang bersifat sementara. Kenyataan tersebut senada dengan ucapan mantan Presiden Soekarno ketika berpidato di depan BPUPKI dan PPKI. Rupa-rupanya gagasan pluralisme demikian dominan dikalangan elite politik Indonesia. Terbukti ketika tanpa menunggu enam bulan setelah Perang Pasifik muncullah pemikiran untuk segera mengakhiri pemusatan kekuasaan yang dimiliki Presiden berdasarkan pelimpahan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Gagasan pluralisme terwadahi dalam rapat Komite Nasional Indonesia tanggal 16 Oktober 1945. Komite Nasional tersebut mengusulkan agar ia diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN serta hal itu agar disetujui oleh pemerintah. Atas desakan tersebut, Wakil Presiden Muhammad Hatta atas nama Presiden mengeluarkan Maklumat Pemerintah Nomor X Tahun 1945. Maklumat Pemerintah tersebut memuat diktum yang intinya, sebagai berikut :

a Komite Nasional Pusat sebelum terbentuk MPR dan DPR (hasil pemilihan umum) diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara;

b Menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.

Lahirnya Maklumat Pemerintah Nomor X Tahun 1945 merupakan p e rwu j u d a n perubahan praktek ketatanegaraan (konvensi) tanpa ada perubahan UUD. Makna Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 telah berubah. Seharusnya Komite Nasional Pusat adalah pembantu Presiden dalam menjalankan kekuasaannya. Semenjak Maklumat Pemerintah tersebut Komite Nasional Pusat berubah fungsi sebagai pengganti MPR dan DPR serta kekuasaan Presiden menjadi berkurang. Selanjutnya pada tanggal 14 Nopember 1945 pemerintah telah mengeluarkan Maklumat Pemerintah atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Dalam Maklumat Pemerintah tersebut ditegaskan bahwa sistem pertanggungjawaban Presiden kepada MPR menjadi Presiden bersama-sama Menteri-menteri bertanggungjawab kepada parlemen (Komite Nasional Pusat). 

Ak i b a t n y a sist em p eme rin t a h a n presidensiil berubah menjadi sistem pemerintahan parlementer tanpa harus mengubah UUD 1945. Presiden tidak lagi menjadi kepala pemerintahan melainkan hanya sebagai kepala negara. Sekali lagi kekuasaan Presiden dikurangi. Gagasan pluralistik atau demokrasi yang pluralistik terwakili oleh lahirnya Maklumat Pemerintah Tanggal 14 Nopember 1945. 

Kedua maklumat tersebut secara mendasar telah berubah sistem ketatanegaraan kearah pemberian porsi yang besar kepada peranan rakyat dalam partisipasinya menyusun kebijakan pemerintahan negara. Ide untuk mendirikan partai-partai politik sebagai bentuk pemberian kesempatan partisipatif rakyat seluasluasnya melalui sistem multi partai mendapatkan tempat ketika diterbitkan Maklumat Wakil Presiden Tanggal 3 Nopembe r 1945. Diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden tersebut atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun