Harusnya, sistem pemerintahan yang sudah desentralisasi juga dimanfaatkan untuk desentralisasi di bidang kesehatan. Semua Kabupaten dan Propinsi saya yakin memiliki RS Daerahnya masing-masing. Kementerian Kesehatan (Pusat) juga memiliki RS vertikal yang tersebar di banyak propinsi. Hal ini harusnya dimanfaatkan dengan memberikan keeluasaan daerah untuk mengatur Jaminan Sosial Kesehatannya sendiri, karena Kesehatan selalu menjadi janji politik dari Kepala Daerah. Pastinya pernah denger kan kepala daerah bilang "Berobat gratis" dan lain sebagainya.
Beberapa buku dalam teorinya mengatakan bahwa keterlibatan pihak swasta, desentralisasi kesehatan maupun anggaran negara sebanyak 8-10% itu harus ada untuk mendukung akses pelayanan kesehatan yang setara. Negara, jangan biarkan masyarakat membayar pajak hidup sebesar 50.000-160.000 rupiah perkepala perbulannya.
Kenapa sih masyarakat enggan membayar BPJS??
Kalau kita gali jawaban di hati nurani kita, pasti jawabannya "Saya kan tidak sakit, kenapa saya harus bayar?"
Hal ini sebenarnya bisa ditangani dengan cara meninggalkan sistem asuransi tradisional. Iya, BPJS sekarang menggunakan sistem asuransi tradisional. Disini, saya ingin mengatakan bahwa sebaiknya BPJS bertransformasi menggunakan sistem asuransi Link. Hal ini akan memberikan double win atau win win solution kepada masyarakat dan BPJS sendiri.
Sistem asuransi link merupakan sistem asuransi yang digunakan oleh beberapa asuransi besar. Jadi, peserta dipersilahkan memilih membayar premi dengan nominal tertentu kemudian mendapatkan pelayanan dan uang yang dikumpulkan dari premi tersebut akan dikembalikan dalam jangka waktu tertentu. Sebenarnya BPJS-TK sudah melakukannya meskipun tidak sefantastis asuransi swasta lainnya.
Sebelumnya, saya pernah bekerja di asuransi swasta asal Inggris dan tentunya merupakan tiga asuransi swasta terbesar di Dunia. Mereka menggunakan sistem asuransi Link, sehingga masyarakat mau membayarkan premi sebenar 250.000 sampai satu bahkan lima juta rupiah perkepala perbulannya. Tapi, masyarakat ragu dan takut karena menganggap asuransi tersebut berasal dari luar negeri, mungkin takut uangnya dibawa kabur kali ya kayak kasus di jaman krisis moneter dulu.
Nah, bagaimana kalo sistem itu digunakan oleh BPJS? apakah orang akan keberatan membayar premi jika tau kalau uang preminya akan dikembalikan ketika dia sudah berusia 50 tahun? Kemudian di usia 50 tahun ke atas diberikan BPJS Gold dengan premi rendah misalnya.
Yang harus masyarakat pahami. Kenaikan premi BPJS bukanlah permintaan dari para dokter, karena kenaikan premi BPJS juga tidak berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan dokter dari kapitasi di Puskesmas atau Klinik maupun rawatan di Rumah Sakit. Hal ini juga sangat sangat disayangkan.
Berdasarkan buku-buku yang pernah saya baca. Kenaikan premi dari asuransi seperti ini akan memengaruhi pembagian pendapatan masyarakat. Misalnya ada keluarga yang berpenghasilan 2,5 juta dengan jumlah aggota keluarga 5 orang. Artinya dia harus menyisihkan uang yang lebih banyak daripada sebelumnya untuk "PAJAK HIDUP" yang namanya BPJS ini. Hal tersebut juga bisa menyebabkan keluarga tersebut akan mengurangi porsi untuk pendidikan maupun untuk makanan. Bayangin nanti anak orang kena gizi buruk, terus busung lapar, bukankah itu akan menjadi dalam tanda kutip beban pemerintah? orang yang asupan gizinya kurang juga bukankah akan mudah terkena penyakit infeksi?
PEMERINTAH, TOLONG JANGAN PELIT UNTUK MEMAJUKAN SDM BANGSA INDONESIA!