Mohon tunggu...
Muhammad Basis Agustav
Muhammad Basis Agustav Mohon Tunggu... -

Diam tertindas atau bangkit melawan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sajadah yang Bercahaya

22 Juli 2014   23:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:32 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Pak, udahlah. berhenti main judinya. Apa Bapak gak mencari pekerjaan yang halal saja ?” seru istrinya, Bu Lastri yang mengingatkan agar suaminya tak bermain judi lagi. “kalau bapak tak bermain judi, kalian mau makan apa ? makan batu ? gak, kan ?” seru Pak Beny yang tak mau kalah. “iya, ibu ngerti maksud bapak. Tapi, kan ini perbuatan dosa, pak ? apa Bapak gak takut pada Allah ?” sahut Bu Lastri. Sudah 5 tahun Pak Beny bermain judi untuk menafkahi keluarganya. Ia sudah lama di PHK dari kantornya karena krisis keuangan global negara yang menyangkut perusahaannya yang membuat ia di-PHK oleh perusahaannya. Ia tak tahu lagi harus kemana ia mencari kerja. Karena putus asa, ia memutuskan bermain judi dengan teman tetangganya.

Hari pun sudah malam. Suara bunyi jangkrik yang mewarnai malam itu menambah pekatnya suasana malam itu di pos hansip. “hehehehe, akhirnya menang juga aku. Ah....kalo bukan dukun tadi, aku gak bakal menang banyak seperti ini”. Kata Pak Josh. “eh, bagaimana kau bisa menang dengan cara dukun ?”. tanya Pak Beny dengan keheranan. “haha, kau mau menang banyak kayak aku dengan cara dukun ?” tanya Pak Josh. “weehhh....mau banget aku, pak. Kau punya nomor teleponnya gak ?” sahut Pak Beny dengan penuh penasaran. “nah, entar aku kirimi nomornya lewat SMS. Tapi, kau harus jaga rahasia ini. Bagaimana ? bisa gak ?”. “siip....itu masalah gampang itu. Tenang aja !” kata Pak Beny. Dengan kekalahannya, ia pun pulang dengan tangan hampa.

Keesokkan harinya, SMS itu pun datang. Tanpa basa-basi, ia pun meneleponnya. “halo, apa benar ini Mbah Mawon ?” tanya Pak Beny. “ benar, ini saya. Ada yang bisa saya bantu ?” kata Mbah Mawon, dukun yang dimaksud oleh Pak Josh. “begini, pak. Saya seorang temannya Pak Josh. Saya mau bertemu dengan bapak. Apa bapak ada waktu untuk membantu saya ?” tanya Pak Beni. “ada, emang sampean ada masalah apa ?” tanya Mbah Mawon. Lalu, Pak Beni pun menjelaskan dirinya mengapa ia menemui Mbah Mawon, sang dukun. “oh, jadi begitu maksud sampean untuk bertemu dengan saya ?” jawab Mbah Mawon. “ia, mohon bantuannya, pak.” Kata Pak Beni.

Lalu, tanpa basa-basi Mbah Mawon pun segera mengeluarkan jurus-jurus yang dimilikinya. Tak beberapa lama kemudian, ia menyerahkan sebotol air yang diberi jimat oleh Mbah Mawon kepada Pak Beny. “ini adalah air untuk cuci muka sebelum bermain. Usahakan bapak tak membersihkannya sebelum bapak akan memainkan pertandingannya.” Saran Mbah Mawon sambil menyerahkan air jimat buatan Mbah Mawon kepada Pak Beny. “baik, pak. Akan saya gunakan.” Lanjut Pak Beny.

Lima hari telah berlalu, semenjak Pak Beny menggunakan air jimat buatan Mbah Mawon, ia selalu saja menang berturut-turut. Bahkan, banyak bapak-bapak yang iri dengan Pak Beny yang begitu mudahnya memenangkan setiap pertandingan. “wiihhh....heran kita dengan bapak. Kita selalu saja dikalahkan oleh bapak. Ngomong-ngomong apa sih resep bapak kalau setiap bapak main, selalu saja bapak yang menang ?” tanya Pak Andi, rekan bermainnya. “oh....itu sih rahasia saya, pak. Bapak gak boleh tau rahasianya.” Jawab Pak Beny. “ayolah, pak. Kasih tau sedikit aja biar kita bisa menang terus seperti bapak ?”. tanya Pak Andi yang begitu penasaran dengan rahasia yang disimpan Pak Beny yang begitu membuat Pak Beny menang dalam setiap pertandingan. “oh, tidak bisa. Itu menjadi privasi atau rahasia saya dan tidak bisa diganggu gugat”. Lanjut Pak Beny yang takut jika rahasianya terbongkar. Jika terbongkar, maka Pak Beny tidak bisa memenangkan setiap pertandingan.

Hari telah larut malam. Suara burung hantu pun menambah warna tersendiri pada malam itu. bapak-bapak yang bermain judi di pos ronda tersebut segera kembali ke rumahnya masing-masing. Ada yang pulang dengan tangan hampa, ada juga yang pulang dengan sedikit uang yang diperolehnya, bahkan ada yang pulang dengan banyak uang. “dapat berapa malam ini ?” tanya Bu Lastri yang begitu penasaran berapa jumlah uang yang didapatinya. Apakah mencukupi atau tidak. “tenang, dapat banyak kita hari ini. Kamu gak usah khawatir.” Jawab Pak Beny dengan tenang sambil memperlihatkan jumlah uang yang ia dapati saat bermain tadi. “trus, koq bapak bisa yah menang dengan hasil segitu banyaknya ?” tanya Bu Lastri penasaran yang begitu membuatnya heran. “iya donk. Siapa dulu, bapak.” jawab Pak Beny yang begitu santai untuk menutupi rahasianya kalau ia telah menggunakan jasa dukun untuk mempermudah langkahnya dalam memenangkan setiap pertandingan. Jika istrinya mengetahuinya, habislah ia dimarahi oleh istrinya yang begitu taat pada agama dan tak mempercayai hal-hal mistik seperti hantu ataupun jasa dukun.

Jam menunjukkan pukul 04.55 pagi. Adzan subuh pun mulai berkumandang. Para tetangga yang disekitar rumah Pak Beny pun melangkahkan kakinya untuk pergi ke rumah Allah tersebut, yaitu masjid . tanpa terkecuali Bu Lastri yang siap-siap bergegas pergi ke mesjid. “Pak, gak pergi ke mesjid, kah ?” tanya Bu Lastri. “ah....gak ah. Masih ngantuk, ngapain juga aku pergi ke mesjid ?” jawab Pak Beny dengan nada sombong. “Pak, istighfar. Bapak gak tahu kalau omongan bapak tidak masuk akal dan termasuk dosa ?”. tanya Bu Lastri yang begitu kecewa dengan omongan Pak Beny semenjak ia menjadi pemain judi dengan hasil yang terbanyak. “alah, udahlah gak usah ceramah. Mending kamu urus diri kamu aja sendiri. Jangan pedulikan orang lain, ngerti ?” jawab Pak Beny yang begitu marah pada Bu Lastri. “pak, harusnyalah bapak menjadi contoh buat kami, bukan kami yang mencontohi bapak”. Sahut Bu Lastri yang mengingatkan Pak Beny agar menjadi contoh yang baik bagi keluarganya. “ah sudahlah, mending kamu kesana aja. Aku mau tidur, ngantuk tau”. Tegas Pak Beny. Akhirnya, dengan rasa kecewa yang mendalam, istrinya pun pergi sendiri ke mesjid.

Hari pun sudah menjelang pagi, suara kokok ayam tak henti-hentinya membangunkan warga-warga sekitarnya. Para ibu-ibu sedang menjemur pakaiannya. Ada juga yang sibuk menyapu rumah. Bahkan, ada juga yang siap-siap mulai mengantarkan anaknya ke sekolah. Tak terkecuali Bu Lastri yang siap-siap mengantarkan anaknya ke sekolah, si Teddy.

Hari sudah menjelang siang. Tak seperti tetangga lainnya yang mempunyai pekerjaan di kantor atau membuka usaha di luar rumah atau di rumahnya. Hanya Pak Beny yang tak mempunyai pekerjaan dan hanya mengandalkan profesinya sebagai pemain judinya. Tak lama kemudian, istrinya pun datang dari pasar setelah abis belanja. Ia melihat suaminya berpangku tangan yang hanya mengandalkan profesinya. “pak, daripada bapak begini terus, mending bapak cari pekerjaan. Diluar sana banyak tuh yang nerima lowongan pekerjaan” saran Bu Lastri. “alah....judi ini udah profesi aku. Kamu gak usah khawatir. Mendingan kamu ke dapur lalu buatin aku kopi. Aku pengen ngopi hari ini” kata Pak Beny.

Pada malam harinya, Pak Beny menjalankan aksinya di pos ronda bersama kawan-kawannya. Kawan-kawannya pun khawatir kalau pertandingan ini yang menang adalah Pak Beny. saking khawatirnya, Pak Rohmat sampai mandi keringat di sekujur tubuhnya. “wah, kalo begini, bagaimana aku bisa menang kalau Pak Beny terus yang menang di tiap pertandingan ?” kata Pak Rohmat. “ia, saya aja mikir tujuh keliling untuk mengalahkan dia.” Kata Pak Yanto yang juga begitu khawatir terhadap Pak Beny. Namun, ketika pertandingan usai, bukan kepalang kaget ketika yang menang di pertandingan itu adalah Pak Yanto. Kawan-kawan Pak Beny dan juga Pak Beny yang begitu heran. Padahal, di pertandingan itu juga diprediksi bahwa yang menang adalah Pak Beny. “waduh, koq bisa aku kalah seperti ini ? apa tadi aku lupa memasang air jimat tadi ya ?” bingung Pak Beny di dalam benaknya. Ia tak menyangka bahwa yang menang itu adalah kawannya, Pak Yanto. Akhirnya, dengan kekecewaan yang mendalam akhirnya ia pulang ke rumahnya. “pak, dapat berapa hari ini ?” tanya istrinya. Namun, Pak Beny tidak menjawab pertanyaan istrinya. Istrinya begitu heran melihat Pak Beny yang terllihat cemberut. Lalu, bergegaslah Pak Beny menuju kamarnya untuk beristirahat.

Disaat tidurnya, Pak Beny pun bermimpi. Ia seperti berada di tengah hutan. Tetapi, ia melihat ada seseorang yang tertidur dengan wajah yang begitu hitam pekat. Namun, ketika ia berjalan mendekati seseorang tersebut, ia begitu kaget bahwa orang tersebut tak hidup lagi. Ia berpikir bahwa pasti ada orang yang sengaja membunuhnya. ketika ia melihat luka-luka yang ada di korban tersebut, tiba-tiba datanglah seseorang yang membawa cambuk dan menghampiri Pak Beny. Lalu, dicambuknya dengan keras ke tubuh Pak Beny. “ada apa ini ? mengapa saya dicambuk oleh tuan ?” tanya Pak Beny yang begitu keheranan terhadap orang yang mencambuknya itu. “tobatlah dikau, nak. Sebelum kau menjadi orang ini. ” kata orang yang mencambuknya itu. “terus, salah saya apa, tuan ? dan mengapa saya disuruh tobat oleh tuan ? padahal, saya hanya melihatnya dan tidak menyentuhnya juga” tanya Pak Beny yang bertambah keherananannya pada orang yang mencambuknya itu. “tobatlah dikau, nak. Sebelum kau menjadi orang ini.” Ia tak mengerti apa yang dikatakan orang yang mencambuknya tadi. “ia, salah saya apa tuan ? mengapa kau menyuruh saya untuk bertobat ?” tanya Pak Beny lagi. Lalu, ketika ia bertanya seperti itu, orang yang mencambuknya tadi mengambil batu dan akan melemparkannya ke Pak Beny. Mengetahui apa yang akan dilakukannya lagi, Pak Beny pun segera berlari menghindari orang yang mencambuknya itu. Ia terus berlari hingga ia tiba di sebuah pemakaman. Lalu, ia menghirup aroma yang harum dan mengikuti aroma itu. Ketika ia mengikuti aroma yang harum itu, Pak Beny kaget kalau ia menemukan sebuah kuburan yang begitu harum dan tercantum namanya.

Ketika ia menghampiri kuburan yang mencantumkan namanya itu, tiba-tiba datanglah seseorang yang mencambuknya tadi. Bukan melemparkan batu ke arahnya, melainkan ia mengeluarkan pedangnya yang terletak di samping bajunya itu. Dengan ketakutan, Pak Beny berlari menghindarinya. Namun, sayang. Orang yang mencambuknya itu mengejar dengan menggunakan kuda miliknya dan siap menghunus pedangnya itu ke tubuh Pak Beny. Dengan kecepatan penuh, ia mendekati Pak Beny yang berlari menghindarinya. Tanpa pikir panjang. Ia menghunus pedang itu ke tubuh Pak Beny dari belakang. Untung, Pak Beny bangun dari tidurnya. “untung Cuma mimpi, ah....tidur lagi” kata Pak Beny dalam benaknya.

Keesokan harinya, Pak Beny seperti biasa duduk santai sambil menyeruput kopi buatan istrinya itu. Sedang asyik-asyiknya menikmati kopinya di pagi hari itu, ia terlupa kalau dimana ia menyimpan air jimat buatan Mbah Mawon itu. tanpa pikir panjang, ia segera mencarinya.

Jam menunjukkan pukul 11.00, ia masih saja mencarinya. “bu, apa ibu pernah lihat air yang ada di botol gede milik bapak itu ?” tanya Pak Beny pada istrinya sambil mencarinya. “oh botol itu, sudah ibu buang abis subuh tadi. Ibu pikir karena air yang dibotol itu sudah kadaluarsa. Ya, jadi. Ibu buang saja ke tong sampah”. Kata Bu Lastri pada Pak Beny. “waduh....kenapa ibu buang ? itu air sengaja bapak simpan agar bapak besok mau lari pagi. Botolnya emang bekas dan ada tanggal kadaluarsanya. Tapi bapak isi dengan air baru” kata Pak Beny. Ia terpaksa berbohong kepada istrinya kalau air itu bukanlah air yang diminum untuk keperluan Pak Beny untuk lari pagi besok. Padahal itu adalah air jimat yang digunakan Pak Beny sebelum pertandingan agar ia bisa memenangi setiap pertandingan.

Akhirnya, Pak Beny pun segera mengunjungi rumah Mbah mawon untuk membuat ulang air jimatnya yang dibuang oleh istrinya tadi dengan mengendarai motor. Di tengah perjalanan, tiba-tiba motor yang dikendarai Pak Beny pun oleng dan menabrak pohon yang tertanam di pinggir jalan. Seketika itu juga, akhirnya pengendara yang disekitar kecelakaan Pak Beny pun segera mengangkat Pak Beny ke pinggir jalan agar tak merepotkan pengendara lainnya di jalanan. “pak, bagaimana ini dengan kerabat-kerabat yang ada di rumah ? apa kita telepon saja ?” tanya pengendara yang menolong Pak Beny. “ya, telepon saja. Kabari mereka”. Jawab pengendara lain yang menolong Pak Beny juga. “lah, kita aja tak tahu nomor teleponnya”. Kata pengendara lain yang disekitar kecelakaan Pak Beny. “ambil KTP-nya saja, pak” celetuk warga sekitar yang melihat kecelakaan Pak Beny. Lalu, salah seorang warga pun mengambil KTP yang ada di dompet Pak Beny dan memberitahukan kalau kerabatnya ada yang kecelakaan. setelah itu, Pak Beny pun digotong dengan mobil warga menuju Rumah Sakit terdekat.

Setelah sampai di Rumah Sakit, Pak Beny dibawa ke UGD. Sesampainya di UGD, istrinya pun datang menghampiri Pak Beny yang begitu banyak luka di sekujur tubuhnya. “astaghfirullah, bapak. Bagaimana bisa terjadi, pak ?” kata istrinya yang begitu menangis melihat suaminya tergeletak di kasur UGD. “bapak-bapak yang udah tolong suami saya, saya sangat berterima kasih buat bapak-bapak. Maaf merepotkan sekali.” Tutur Bu Lastri. “oh, tak apa-apa, bu. Kami sama sekali tak merepotkan ibu” kata pengendara lainnya yang menolong Pak Beny di jalan tadi.

Setelah pengendara yang menolong Pak Beny tadi sudah kembali ke urusan masing-masing, dokter yang memeriksa keadaan Pak Beny pun segera menghampiri Bu Lastri. “Bu, suami ibu terkena patah kaki dan mengalami koma. Mungkin hanya doa dan mukjizat yang bisa menyembuhkan suami ibu”. Mendengar perkataan sang dokter, Bu Lastri pun diam seribu kata. Ia tak tahu lagi harus bagaimana. Jika Pak Beny meninggal, ia harus menanggung beban berat untuk menghidupi anaknya. Setelah diperiksa oleh sang dokter, Pak Beny segera dibawa ke kamar inap.

Jam menunjukkan pukul 11.30, adzan Dzuhur pun berkumandang. Istrinya Pak Beny pun segera mengambil wudhu dan bersegera tunaikan shalat dzuhur. Ketika selesai shalat dzuhur, istrinya pun membaca surah Yasin. Setelah selesai membaca, tiba-tiba ada hal aneh dan ajaib pada tubuh Pak Beny. Pak Beny pun siuman sambil menangis. Ia menyadari bahwa perbuatannya telah ditegur oleh Allah. Ia tak menyangka bahwa Allah telah murka atas perbuatan yang dilakukannya. “bu, maafkan bapak yah. Bapak khilaf atas perbuatan bapak selama ini. Maafkan bapak ya, bu” kata Pak Beny sambil menangis menyesalkan perbuatannya itu. “ia, pak. Ibu memaafkan kesalahan bapak. Tapi, bapak berjanji agar tidak mengulanginya lagi ya, pak”. Lalu, mendengar perkataan sang istrinya itu, ia tak berhentinya untuk menangis. “bu, bapak ingin tobat. Apa Allah mau menerima tobat bapak ya, bu ?” tanya Pak Beny pada istrinya yang begitu takut kalau tobatnya tak diterima oleh Allah. “Allah maha pengampun lagi maha penerima tobat, pak” kata istrinya untuk meyakinkan Pak Beny untuk segera bertobat. Mendengar perkataan istrinya itu, Pak Beny pun lega.

Jam menunjukkan pukul setengah empat sore, waktu ashar pun tiba. Ia tak sengaja melihat istrinya yang tertidur sambil memegang tangannya. Perlahan-lahan, ia melepaskan pegangan tangannya dan bersegera bertayamum untuk melaksanakan salat ashar. Setelah bertayamum, ia pun membaca niat dan bertakbiratul ihram. Tiba-tiba, ia melihat sebuah sajadah yang membentang lurus ke depan, ia seperti melihat cahaya yang begitu terangnya. Perlahan, ia mengikuti alur sajadah itu menuju cahaya itu. tiba-tiba matanya pun menutup akhir hidupnya dengan bertobat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun