Kebayang tidak sih, 5 tahun didoktrin kebencian lewat postingan-postingan hoaxs, fitnah dan hasad [kedengkian] di sosmed oleh oposisi terhadap pemerintah? Sudah pasti mengendap dan berkarat. Â
Saya menyebutnya, "Politik Kebencian".
Cara itu pernah berhasil dilakukan oleh Donald Trump di AS, sampai dia berhasil terpilih jadi Presiden.
Dalam psikologi, ternyata doktrin kebencian lebih efektif digunakan untuk mengikat kelompok tertentu. [dr.Ryu Hasan]
Di antara kebencian dan kebaikan, otak manusia cenderung lebih memodulasi ancaman yang muncul dari kebencian.
Politik kebencian jika dilakukan secara terus menerus, selain mengikat sebuah kelompok, juga lebih cepat penularannya. Sebab, secara psikologi Islam, fitrah manusia umumnya menyukai kebaikan, dan tidak menyukai kejahatan, bahkan kesalahan.
Contoh, kita makan dan minum pasti lebih memilih yang baik-baik dan yang enak-enak, ketimbang makanan yang buruk dan nampak tidak enak. Kita akan memilih goreng daging ayam atau telor, daripada memilih panggang ikan asin dan terasi. Â Lebih memilih buah apel dan jeruk, ketimbang buah Lobi-lobi atau Mengkudu.Â
Nah, politik kebencian ini, yang dilakukan oposisi selama 5 tahun, senantiasa menyodorkan berita dan isu-isu bahwa pemerintah itu seperti buah Cangkudu, atau Terasi gosong. Sedangkan kita semua secara normal inginnya sudah pasti makan yang enak-enak dan baik, yang bergizi dan menyehatkan. Kalau bisa, turut merasakan nikmatnya makanan itu [kecipratan proyek, dsb.]
Alhasil, hanya orang cerdas dan memiliki filtrasi iman hebat, yang mampu menagkal segala serangan dari sampah elektronik tentang kebencian terhadap pemerintah.
Umumnya, mereka yang paham bagaimana bersikap "Sami'na wa atho'na" (kami mendengar dan kami ta'at] kepada pemimpin, serta menyakini, bahwa "Allah tidak akan merubah suatu kaum, kalau tidak dirinya sendiri yang merubahnya", dengan semangat ikhtiar serta hanya bergantung kepada Allah saja.
Selama negara dipimpin dengan aman, berjalan kondusif melakukan perubahan, pembenahan, perbaikan, pelayanan, dan pembangunan, disertai hasil yang nampak oleh mata bangsa Indonesia, ya sudah lebih dari hebat. Pemimpin yang amanah, jujur, bersih, beriman kepada Allah dan tetap santun, tidak memperkaya diri sendiri, tidak korupsi, dan tidak berkarakter 'aneh'.