Mohon tunggu...
Agus Tarunajaya
Agus Tarunajaya Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hanya seorang laki-laki biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Biasakanlah Menceritakan Sejarah pada Anak

14 April 2017   02:45 Diperbarui: 15 April 2017   02:00 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biasakan Bercerita Sejarah Pada Anak. Hal tersebut yang membuat saya termotivasi untuk menulis buku sejarah, dengan judul : Pendidikan Karakter Qurani; Sejarah, Hikmah Dan Akhlak Para Nabi yang diterbitkan bulan Januari 2017 kemarin. Juga termotivasi oleh quote Francis Bacon yang berkata bahwa; “Sejarah membuat manusia menjadi bijaksana.” Itulah alasan betapa pentingnya kita belajar sejarah.

Zaman sekarang sudah sedikit sekali anak-anak yang mau membaca buku, terutama buku sejarah. Silakan tanya pada mereka, atau anak anda di rumah, tentang sejarah para pahlawan bangsa dari daerah, dari masa penjajahan, sampai pahlawan kemerdekaan. Umunya pada geleng kepala.

Coba tanya, Sultan Hasanudin nama aslinya siapa? Raja dari kerajaan apa? dan seterusnya. Bahkan banyak yang tidak tahu siapa nama anak perempuan Adam-Hawa, dan dari anak lelaki selain Qobil dan Habil? Padahal dari merekalah kita semua terlahir ke dunia sebagai manusia. Biasanya, kita langsung mencari referency dengan mencarinya di mbah google yang juga kurang lengkap, karena umunya wikipedia pun hasil dari copypaste dari tulisan di buku.

Juga kita tidak tahu, kalau ada perempuan cerdas ahli filsafat di masa Yunani dulu. Kita terhipnotis kalau para pemikir itu laki-laki semua. Dan terlanjur menganggap perempuan itu lemah dalam hal kecerdasan otak. Mitos bahwa laki-laki itu makhluk rasional dan perempuan itu makhluk emosional, sudah dijadikan 'kutukan' ampuh yang membuat perempuan kurang menemukan ruang penting dalam filsafat. Padahal, dalam sejarah awal filsafat ada tokoh perempuan dengan nama Hypatia yang berkontribusi dalam pemikiran filsafat Neoplatonis. Nama itu kerap terlupakan dalam sejarah filsafat Barat.

Buku The Second Sex (1949), menjadi juru bicara dan refleksi kritis dari sosok seorang perempuan. Buku itu mendedahkan pemahaman kritis mengenai perempuan,yang berasal dari perempuan dengan membongkar streotipe-stereotip sejarah dan pemikiran filsafat Barat. Simone de Beauvoir dengan telak mengabarkan bahwa, perempuan tak bisa disingkirkan atau diabaikan dalam filsafat. Sosok Simone de Beauvoir menjadi representasi penting kehadiran perempuan dalam pemikiran filsafat eksistensialisme dan feminisme. Ia berkata; "“Kita tidak dilahirkan sebagai perempuan, tapi kita dilahirkan menjadi perempuan.”

Jika anda perempuan, jadilah perempuan yang hebat. Bukan hanya hebat bercinta, selfie, ke salon dan kumpul bergosip ria, tapi juga hebat dalam berpikir, berkarya, dan mendidik anak-anaknya di rumah. .Ceritakan pada anak-anak anda sewaktu mereka akan tidur malam. Itu lebih baik daripada membiarkan anak nongkrong di depan televisi atau bermain gadget dan curhat di sosial media.

Ceritakan sejarah apa saja yang kita ketahui, karena itu penting, banyak pelajaran, hikmah, dan tentu saja pesan moral yang mendidik, dan menjadi dasar pertumbuhan karater dalam diri anak. Menceritakan sejarah berbeda dengan dongeng sebelum tidur, karena di dalam cerita sejarah ada ilmu yang bisa diterima otak anak. Bercerita sejarah mampu meningkatkan mental dan karakter kuat pada anak, untuk bersikap jujur, realistis, faktual, dan objektif. Orang tua tidak mungkin berbohong atau mengada-ngada saat bercerita, karena cerita sejarah adalah ilmu pasti. 

Apa yang ada dan terjadi pada masa lalu, terikat ruang dan waktu, benar-benar terjadi dan itu pasti faktanya bisa dipertanggung jawabkan, bukan karangan, karena sejarah bukan dongeng atau novel fiksi. Maka orang tua harus memiliki wawasan keilmuan tentang sejarah yang baik pula. Jangan sampai ada cerita sejarah yang berubah jadi dongeng mengada-ada. 

Contoh soal kita terbiasa bercerita sejarah kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 murni hasil perjuangan para pahlawan. Padahal faktanya indonesia merdeka karena pada waktu itu Jepang menyerah, saat kota Hirosima dan Nagasaki dibom Atom oleh Amerika. Jepang menarik pasukannya untuk pulang, dan menyerahkan seluruh kekuasaan nusantara kepada indonesia, bukan karena sepenuhnya perjuangan pahlawan. Masa berkabung bagi Jepang itu, dijadikan kesempatan emas bagi bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. 

Itu sebabnya sangat penting bersikap jujur, dan objektif sesuai fakta sejarah yang ada dan benar bisa dipertanggung jawabkan. Terutama dalam hal mendidik anak, dengan cara menceritakan sejarah. Kemampuan orang tua di rumah sangat berperan penting sekali. Sebenarnya pendidikan usia dini itu bukan di PAUD, tapi dimulai dari rumah, oleh kedua orang tuanya. 

Yang salah satunya dengan bercerita tentang sejarah. Terutama bagi seorang ibu rumah tangga yang dikenal lebih dekat dengan anaknya. Jangan bergosip saja, jangan berantem terus antara ibu sama bapak. Yang ada karater anak malah tambah hancur dan kehilangan pigur teladan kebaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun