Mohon tunggu...
Agus Tarunajaya
Agus Tarunajaya Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hanya seorang laki-laki biasa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengubah Pola Pikir Penulis di Era Sosial Media

21 Februari 2017   17:42 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:24 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.philipardagh.co.uk

Dulu, para penulis, menulis di kertas, dengan mesin tik, atau di komputer, untuk diterbitkan, lalu dibukukan. Dalam rangka berbagi ilmu, dan wawasan dari berbagai aspek dan cabang ilmu pengetahuan, untuk bisa dibaca oleh banyak orang atau masyarakat luas.

Menurut saya, cara seperti itu sudah tidak efektif lagi. Menulis, menerbitkan dan menjadikan buku, untuk dibaca banyak orang, dengan cara menjual buku dan mendapatkan royalty.

Karena sekarang sudah masuk era digital, masyarakat sudah aktif menggunakan akun media sosial, maka sistem ; menulis - menjual buku - untuk dibaca orang. Hal tersebut harus diperbaharui menjadi ; menulis - dibaca orang - menjual buku sebagai kenangan untuk mengembalikan ingatan.

Jadi, aktifitas menulis bukan lagi di ruang sempit, yang hanya si penulis yang mengetahui, kemudian dibaca redaksi penerbitan buku, lalu dibukukan, dan dijual untuk diketahui oleh banyak orang isi tulisannya.

Sekarang hal itu hanya bisa dilakukan oleh para penulis yang sudah memiliki nama, atau dikenal banyak orang sebagai penulis. Sedangkan bagi penulis pemula, tidak mudah hal itu dilakukan. Orang harus tahu dulu kalau tulisan kita memang bagus dan menarik untuk dibaca. Maka sosial media, menjadi tempat menulis yang paling baik untuk mengenalkan diri sebagai penulis.

Contoh soal seperti Denny Siregar, dia mengawalinya dari membuat postingan di akun facebooknya, hingga banyak disukai orang (termasuk juga yang tidak suka/kontroversi). Kemudian tulisan yang dia posting itu, dia bukukan dengan judul: Tuhan Dalam Secangkir Kopi. Meskipun sudah banyak orang yang baca postingan dia di akun sosmednya, tetap saja untuk memiliki buku yang diterbitkannya itu cukup banyak. Hingga akhirnya nama Denny Siregar jadi terkenal sampai hari ini.

Itu membuktikan, bahwa karir kepenulisan era digital dimulai dari menulis di sosial media. Baru setelah itu dibukukan dan dijual. Bukan menulis buku kemudian dijual bukunya di sosial media. Bagi penulis yang sudah punya nama, mungkin tidak perlu melakukan seperti Denny siregar dkk. Karena karya tulisnya sudah dikenal banyak orang, dan selalu dirindukan kehadirannya.

Tapi untuk penulis pemula (seperti saya ini), wajib membiasakan diri menulis di sosial media, untuk berbagi, dan mengenalkan tulisan saya kepada banyak orang. Suka tidak suka, setidaknya orang akan menilai, menganalisis dan mengenali ciri khas tulisan saya seperti apa. Jika disukai, kemudian saya bukukan, meski sudah pernah membacanya di posting di sosial media, tetap ada keinginan untuk memiliki buku saya tersebut. Itulah manfaat adanya sosial media. Untuk berbagi, silaturahmi, dan menebar manfaat pada sesama secara tekstual maupun kontekstual.

Itu tips dari saya, untuk diri saya sendiri, sebagai penulis pemula. Semoga ada manfaatnya.

Menulislah di sosial media, atau di blog pribadi. Lalu dokumentasikan dalam naskah untuk diterbitkan jadi buku, baru silakan dipromosikan.

21/02/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun