Permasalahan dasar yang saat ini sebenarnya mengganggu dalam sisten ketatanegaraan Indonesia adalah tidak adanya sebuah lembaga yang benar-benar mengurus kebijakan dan peraturan yang akan, sedang, dan sudah dioperasionalkan di Indonesia. No one. Munculnya ide Reformasi Regulasi sebagai salah satu isu sentral di pemerintahan mendatang saat ini bisa jadi dampak dari beberapa hasil studi yang telah dilakukan oleh masyarakat sipil dan/atau pemerintah (dalam hal ini Bappenas) dimana secara implementatif, kekacauan negara ini muncul dikarenakan berlakunya peraturan sebagai dasar penentu kebijakan yang tumpang tindih, bahkan saling menegasikan.
Sebuah contoh mudah yang dapat diidentifikasi dari ketidaksinkronan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia dapat diilustrasikan sebagai berikut;
Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa "Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri mauopun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia."
sementara pada PP No. 1 tahun 2007 tentang FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-2 USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-2 TERTENTU, yaitu pada pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa; "Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha , baik untuk penanam an modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada."
dari dua peraturan tersebut, nampak bahwa Penanaman Modal diartikan secara berbeda. Pertanyaannya, mana yang akan digunakan oleh pemerintah? jawabannya; yang menguntungkan bagi para oknum pemerintah dalam mengimplementasikan guna mendapatkan keuntungan pribadi.
Hasil amatan dari penulis terhadap beberapa lembaga yang saat ini mempunyai tugas fungsi dan tanggung jawab untuk mengeluarkan regulasi pemerintah, sebenarnya secara substansif lembaga-lembaga ini tidak pernah melakukan kajian pada pokok permasalahan di dalam regulasi tersebut. Yang dilakukan hanyalah melakukan pengecekan terhadap pelaksanaan tahapan-tahapan dalam menyiapkan draft regulasi. Tidak lebih. Dan konsekuensinya, jangan heran jika hasil studi dari Direktorat Analisa Peraturan Perundang-undangan (DAPP) Bappenas kurang lebih 2.ooo regulasi yang saling tumpang tindih dan siap untuk digunakan siapapun yang perlu menggunakan.
isu reformasi regulasi sebenarnya bukan barang baru di dalam kebijakan reform negara. Korea salah satu contoh yang saat ini tergolong berhasil melaksanakan kebijakan reformasi regulasi di bidang peningkatan mutu kualitas pelayanan publik sehingga memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi negaranya, dan juga mampu menyediakan ratusan ribu lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya.
Yang menjadikan Reformasi Regulasi menjadi isu yang agak rumit di Indonesia, ini dikarenakan secara substansi, jika kebijakan ini dilakukan oleh Jokowi mendatang, maka Jokowi harus melakukan screening terhadap beberapa tugas pokok fungsi Direktorat yang memiliki tugas yang seharusnya ada didalam kelembagaan reformasi regulasi. Dan ini pasti nanti akan sangat sarat dengan kemungkinan munculnya konflik faksional di internal kementerian/lembaga dimana direktoratnya yang memiliki penugasan terkait Reformasi Regulasi.
Agar selaras dengan kebijakan (policy) yang dikeluarkan oleh Presiden, maka unit kerja substansi yang akan mengelola regulasi pun harus berada di bawah Unit Kerja Presiden. Semacam UKP4, tetapi bukan UKP4. Unit Kerja Presiden ini nantinya harus mampu untuk memuat tugas fungsi dalam (1) membantu presiden dalam mewujudkan visi dan misinya dan (2) membantu presiden dalam merealisasikan kebijakan dan program yang menjadi komitmen presiden saat pencalonannya.
Fungsi Unit Kerja Presiden ini nantinya minimal melingkupi tiga hal, yaitu; (1) Merumuskan Kebijakan dan Membentuk Regulasi, termasuk didalamnya mendampingi/mewakili Presiden dalam pembahasan RUU di DPR; (2) Menyusun Perencanaan dan Anggaran, serta (3) Melaksanakan Supervisi dan Pengawasan terhadap Pelaksanaan Kebijakan dan Regulasi.
Dibenak penulis, Unit Kerja Presiden ini dapat pula dinamakan Unit Kerja Presiden bidang Kebijakan, Regulasi dan Pembangunan (UKP-KRP). UKP-KRP setidaknya akan memiliki tiga kedeputian yang akan melaksanakan masing-masing fungsinya yaitu; Deputi Kebijakan dan Regulasi, Deputi Perencanaan dan Penganggaran, dan Deputi Pemantauan dan Evaluasi.
Deputi Kebijakan dan Regulasi didalam UKP-KRP memiliki tugas untuk (1) menyelenggarakan perumusan kebijakan dan pembentukan regulasi, (2) mendampingi/mewakili presiden dalam pembahasan RUU di DPR, (3) mengembangkan sistem regulasi nasional, dan (4) menyelenggarakan reformasi regulasi.
Deputi Perencanaan dan Penganggaran didalam UKP-KRP memiliki tugas untuk (1) memastikan perencanaan pembangunan nasional (RPJMN, RKP, dan RPJPN) untuk melaksanakan kebijakan dan regulasi, dan (2) memastikan dukungan pagu anggaran pembangunan nasional (Pagu Indikatif) untuk melaksanakan kebijakan dan regulasi.
Deputi Pemantauan dan Evaluasi didalam UKP-KRP memiliki tugas untuk (1) memastikan pelaksanaan pembangunan telah sesuai dengan kebijakan/regulasi dan perencanaan yang dilakukan, (2) mengolah dan menganalisa laporan pelaksanaan kebijakan/regulasi.
Lalu, bagaimana busines proses yang harus dilakukan didalam masing-masing kedeputian tersebut agar dapat bersinergi mendukung visi dan misi Nawacita Jokowi? Mari kita diskusikan (.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H