Pak Presiden SBY, selamat malam. Saya berharap Bapak dan para menteri sehat-sehat sehingga bisa menjalankan tugas Negara dengan baik sampai membawa kami ke situasi yang lebih baik.
Maaf, saya mengganggu Bapak dari kesibukan, tapi saya tidak tahu harus menulis kepada siapa lagi.
Pak Presiden, saya adalah seorang guru yang sedang menderita sakit infeksi tulang. Sudah dua tahun. Sakit sekali, Pak. Para dokter atau mereka yang pernah mengalami infeksi tulang tentu tahu betul bagaimana rasanya sakit akibat infeksi tulang. Tiap hari saya harus menahan rasa sakit yang tak kunjung henti ini. Ini saya baru bangun dari tidur pendek saya setelah menahan sakit yang luar biasa.
Infeksi tulang yang saya derita bermula dari kecelakaan lalu lintas yang saya alami pada 10 Mei 2009 lalu. Akibat penanganan yang salah, kaki kanan saya membusuk dan akhirnya harus diamputasi beberapa senti di atas lutut pada 16 Juni 2009.
Namun apa daya? Amputasi itu menyisahkan sakit yang tak kunjung henti yang membawa saya harus menjalani dua operasi kemudian. Yang satu di Rumah Sakit Karitas, Waitabula, Sumba, NTT. Yang satu lagi di sebuah rumah sakit Sakit Ortopedi di Solo.
Dokter yang menangani saya di Solo mengatakan, sakit yang saya derita akibat adanya otot yang tidak terikat dengan rapih saat dijahit usai amputasi. Karenanya dia menganjurkan untuk operasi lagi agar bisa dirapihkan. Ternyata hasilnya nol. Kaki saya tetap sakit.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium oleh seorang dokter ahli ortopedi di Bekasi, saya divonis infeksi tulang. Mestinya saya harus operasi lagi!!!!! Namun belum operasi karena biaya mahal. Apes benar! Dan infeksi tulang inilah yang menyiksa hingga saat ini. Kok dokter di Solo tidak menemukan infeksi ya….? Aneh!
Dalam keadaan ini saya bingung harus bagaimana. Biaya yang sangat besar untuk operasi tidak mungkin saya bisa tanggung. Gaji sebagai guru pada sekolah swasta tidak bisa mengcover. Gaji bahkan hanya cukup untuk dua minggu. Belum lagi harus membiayai anak yang kuliah. Kian berat!
Semoga Bapak Presiden SBY sempat membaca “curhat” saya ini.
Yang pasti, saya akan tetap berjuang melawan sakit ini. Saya tidak mau putus asa. Saya tidak mau kalah. Anak, istri dan para murid saya masih sangat membutuhkan saya.
Pak Presiden, salah satu bentuk “perlawanan” saya adalah novel berjudul “Perempuan itu Bermata Saga” yang diterbitkan Penerbit Elex Media Komputindo (Gramedia Group) beberapa bulan lalu. Saya menulis novel ini dalam keadaan sakit. Novel ini merekam sebagian kecil getirnya perjuangan hidup saya. Bagian kedua novel ini sudah selesai juga, sedang diedit adik saya.
Sebenarnya saya berharap royalty dari penjualan novel tersebut saya bisa berobat lagi, tapi belum ada tanda-tanda dari Penerbit bahwa dengan hasilnya saya bisa mendapatkan biaya untuk berobat. Artinya penjualannya belum memuaskan.
Itulah curhat saya, Pak. Saya akan terus berjuang! Mohon doa dan perhatian Bapa. Dan tidak lupa. Selamat malam dan selamat berjuang untuk para kompasianers….. (Agust Dapa Loka)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H