Namun, masa pertumbuhan yang datar (infancy) tersebut berubah menjadi lonjakan (expansion), setelah James Watt pada pertengahan abad 17 menemukan mesin uap. Hanya butuh kurang dari satu abad, pertumbuhan teknologi khususnya yang berbasis uap sangat pesat. Terjadi revolusi Industri saat itu. Semua industri digerakan dengan mesin uap sehingga menjadi sangat cepat dan efisien dalam berproduksi. Di masa expansion tersebut juga muncul teknologi baru, seperti kapal laut uap dan kereta api uap.
Setelah itu pertumbuhan industri tidak melonjak lagi dan cenderung mendatar. Masa tersebut disebut maturity atau masa kematangan, dimana pertumbuhan teknologi industri berbasis uap cenderung datar. Saat itu negara-negara lebih foukus untuk memaksimalkan penggunaan teknologi uap demi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, mereka juga fokus dalam menyebarkan pemakaian teknologi tersebut.
Pertumbuhan teknologi industri selama sekitar tiga abad (abad 17 hingga abad 20) boleh dibilang mendatar. Perkembangan teknologi mengalami lonjakan lagi setelah pertengahan abad 20, dimana teknologi berbahan bakar minyak bumi ditemukan dan mulai banyak diterapkan. Hanya butuh kurang dari seratus tahun, teknologi sudah berkembang sangat pesat hingga saat ini.
Ada muncul negara-negara baru yang maju secara teknologinya. Amerika serikat dan Jepang adalah contoh dua negara yang mampu menyamai negara-negara Eropa Barat dalam hal teknologi. Kedua negara ini mampu memanfaatkan realita kurva-S. Mereka bergerak cepat memajukan teknologi industri negaranya saat negara-negara Eropa sedang dalam masa maturity, dimana perkembangan teknologinya relatif datar.
Jepang dengan restorasi Meijinya bergerak cepat memajukan negaranya. Amerika, setelah merdeka dan didukung dengan sistem demokrasi sekularnya, juga bergerak cepat mengejar ketertinggalannya.
Kedua negara tersebut berada di fase expansion saat itu, dimana teknologi mereka mengalami pertumbuhan yang cepat. Mereka bisa cepat melakukannya karena teknologi yang sudah ada di negara maju saat itu, dibawa masuk ke negaranya untuk kemudian dikembangkan sendiri. Mereka akhirnya mampu menyamakan kedudukannya dengan negara Eropa barat, yang saat itu teknologinya sedang dalam fase maturity yang relatif datar perkembangannya.
Hal yang sama juga terjadi pada Korea Selatan dan Cina pada tiga dasawarsa belakangan ini. Mereka bergerak masuk fase expansion,selagi perkembangan teknologi di negara-negar maju sedang dalam tahap maturity yang relatif datar. Mereka menyingkirkan aspek-aspek non teknis agar bisa tetap fokus mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju.
Korea Selatan menerapkan system demokrasi sekuler yang memisahkan agama dan negara, sementara Cina yang komunis, membuka ruang yang sangat luas untuk kapitalisme demi mengejar ketertinggalan. Kita lihat, Korea Selatan  dan Cina sudah menjadi negara maju dalam teknologi dan ekonomi.
Dalam skala yang berbeda, terjadi juga di Thailand. Negara dengan mayoritas penganut Budha ini, meski sudah beberapa kali terjadi ketegangan politik yang berujung pada kudeta militer, namun masyarakatnya relatif terbuka terhadap ide-ide dari luar, tanpa takut akan kehilangan identitas keBudhaannya.Â
Mereka sudah selesai dengan urusan LGBTnya, sehingga membuat kaum tersebut bebas berkreasi dan mampu berkontribusi pada ekonomi negara. Sementara, pemerintahnya sendiri bisa fokus untuk mengembangkan teknologi pertaniaannya, sehingga Thailand sudah menjadi negara yang maju untuk urusan teknologi pertanian.
Indonesia Juga Bisa Memanfaatkan Kurva-S