Mohon tunggu...
Agus Suhariono
Agus Suhariono Mohon Tunggu... Konsultan - Bukan siapa-siapa

Tertarik meneliti hukum yang berlaku di Indonesia dari tinjauan filosofi, histori, teori dan dogmatik hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kajian Ontologi dan Epistemologi Definisi Tanah Yang Dapat Diberikan Hak Atas Tanah

30 Januari 2025   10:27 Diperbarui: 30 Januari 2025   10:27 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KAJIAN ONTOLOGI DAN EPISTEMOLOGI TERHADAP DEFINISI TANAH 

DALAM PASAL 1 AYAT 1 PP 18/2021

 oleh:  Agus Suhariono

email: agus.suhariono@gmail.com

1.   Kajian Ontologi: Hakikat "Tanah" dalam PP 18/2021 

Ontologi dalam konteks hukum mengkaji hakikat suatu konsep sebagai entitas yang eksis dalam realitas hukum. Definisi "tanah" dalam Pasal 1 Ayat 1 PP 18/2021 menyatakan bahwa tanah mencakup "permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi". Dari perspektif ontologis, definisi ini mengintegrasikan dua entitas fisik yang secara tradisional dipisahkan (daratan dan perairan) ke dalam satu kesatuan konseptual, yaitu "tanah". 

Alasan ontologis inklusi "yang tertutup air" dalam definisi tanah adalah: 

a.   Kesatuan Ekosistem: Air dan daratan merupakan bagian integral dari permukaan bumi yang saling terhubung secara ekologis. Misalnya, rawa, danau, atau wilayah pasang surut (intertidal zone) secara fisik tertutup air, tetapi secara fungsional merupakan bagian dari siklus hidrologi dan ekosistem terestrial. 

b.   Kepastian Yuridis atas Ruang Hidup: Konsep ini memastikan bahwa wilayah yang secara periodik tertutup air (misalnya, sungai, danau, atau wilayah pesisir) tetap diakui sebagai bagian dari "tanah" sehingga pengaturan hak dan kewajiban atasnya dapat dilakukan secara holistik. 

c.   Pengakuan atas Dinamika Alam: Definisi ini mencerminkan pemahaman bahwa batas antara daratan dan perairan bersifat dinamis akibat proses alamiah (akresi, abrasi) atau aktivitas manusia (reklamasi). 

Dengan demikian, PP 18/2021 secara ontologis mengadopsi paradigma ekosentris yang melihat tanah tidak hanya sebagai entitas fisik kering, tetapi sebagai sistem terintegrasi yang mencakup ruang hidup manusia dan alam. 

2.   Kajian Epistemologi: Dasar Pengetahuan dalam Pembentukan Definisi 

Epistemologi hukum bertujuan menelusuri dasar pengetahuan yang membentuk definisi "tanah" dalam PP 18/2021. Inklusi wilayah tertutup air dalam definisi tanah tidak hanya didasarkan pada realitas fisik, tetapi juga pada kerangka pengetahuan hukum, ekologi, dan kebijakan pembangunan. 

Alasan epistemologis definisi ini mencakup: 

a.   Doktrin Hukum Agraria Nasional: 

UUPA 1960 (Undang-Undang Pokok Agraria) Pasal 4 menegaskan bahwa bumi (termasuk perairan) dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. PP 18/2021 memperluas definisi ini dengan menegaskan bahwa "tanah" mencakup wilayah yang tertutup air, selaras dengan prinsip penguasaan negara atas sumber daya agraria. 

Konsep Hak Ulayat: Dalam hukum adat, wilayah perairan (seperti sungai atau danau) sering dianggap sebagai bagian integral dari tanah ulayat. PP 18/2021 mengakomodasi prinsip ini untuk menghindari dualisme pengaturan antara daratan dan perairan. 

Dokumen SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) 2030 menekankan integrasi pengelolaan darat-laut (Goal 14 dan 15). Definisi PP 18/2021 selaras dengan pendekatan ini, memastikan bahwa wilayah tertutup air (seperti mangrove atau rawa) tidak terlepas dari rezim pengaturan tanah.

b. Kajian Ekologi Politik

Penelitian Soemarwoto (2001) menyatakan bahwa pemisahan daratan dan perairan dalam hukum berpotensi menimbulkan konflik penguasaan sumber daya. Definisi PP 18/2021 menjawab masalah ini dengan menciptakan kepastian hukum. 

c.   Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur: 

Wilayah tertutup air (seperti rawa atau pantai) sering menjadi lokasi reklamasi atau pembangunan infrastruktur strategis. Dengan memasukkan wilayah ini dalam definisi "tanah", PP 18/2021 memfasilitasi proses perizinan dan hak guna-bangunan (HGB) secara terintegrasi. 

3.   Analisis Kritis: Implikasi Hukum dan Lingkungan 

Definisi PP 18/2021 memiliki implikasi luas: 

  • Positif: Memperkuat kepastian hukum bagi pengelolaan wilayah pesisir, danau, dan sungai. 
  • Negatif: Potensi konflik jika pengaturan hak atas tanah tertutup air tidak disertai kajian lingkungan yang ketat.

4.   Kesimpulan

Kajian ini menunjukkan bahwa definisi "tanah" dalam PP 18/2021 merupakan sintesis antara realitas ekologis, doktrin hukum agraria, dan kebutuhan pembangunan berkelanjutan.

Daftar Referensi

  • Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). 
  • Soemarwoto, O. (2001). Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. hlm. 45-47. 
  • United Nations. (2015). Sustainable Development Goals (SDGs). Diakses dari [https://sdgs.un.org/goals](https://sdgs.un.org/goals). 
  • Black's Law Dictionary**, 11th ed. (2019). St. Paul: Thomson Reuters. hlm. 1672. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun