Mohon tunggu...
Made Agus Sugianto
Made Agus Sugianto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Analis Kebijakan Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung Bali

Mari saling berbagi informasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Strategi Melawan Diskriminasi Gender

19 Januari 2024   12:15 Diperbarui: 19 Januari 2024   12:19 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Permasalahan kesetaraan gender masih merupakan isu yang tidak ada habisnya dan masih terus diperjuangkan. Gender pada konteks ini tidak mengacu pada perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis. Gender lebih menekankan pada perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara peran perempuan dan laki-laki (Gusmansyah, 2021). Gender merupakan hasil dari konstruksi sosial budaya yang dapat mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Permasalahan yang terjadi bukanlah mengenai perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab tersebut, namun ketidakadilan yang dapat timbul akibat perbedaan tersebut sehingga merugikan salah satu pihak (jenis kelamin (Larasati & Ayu, 2020).

Pada hakikatnya perempuan merupakan makhluk individu dan juga sosial, untuk itu peran perempuan tidak terbatas hanya pada wilayah domestik atau pekerjaan rumah tangga saja, melainkan juga pada wilayah publik yakni bertanggung jawab terhadap persoalan sosial kemasyarakatan. Peran perempuan dalam keluarga (domestik) setidaknya ada 2 yaitu: menjaga keharmonisan dalam rumah tangga (istri) dan menjadi role model atau teladan yang baik bagi anak-anak (ibu). Selanjutnya peran perempuan dalam sosial kemasyarakatan (Publik) adalah peran sebagai anggota masyarakat. Sebagai makhluk sosial yang memiliki peranan strategis dalam ekonomi, pendidikan, sosial, budaya.

Kesenjangan gender merupakan permasalahan yang harus dihadapi perempuan di hampir semua belahan dunia, baik di ranah publik hingga privat, dari urusan domestik hingga persoalan reproduksi (Setiawan et al., 2018). Di Indonesia, masih terjadi kesenjangan antara peran perempuan dan laki-laki dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan pembangunan ekonomi. Dari sisi Pendidikan, Rata-Rata lama sekolah (RLS) perempuan tahun 2022 sebesar 8,87 tahun, angka ini lebih rendah dari laki-laki yakni sebesar 9,28 tahun. Demikian pula Angka Partisipasi Murni (APM) SD dan SMP laki-laki sebesar 93,5 dan 80,44 yang lebih besar dibandingkan APM SD dan SMP Perempuan dengan angka 90,05 dan 78,23. Angka Partisipasi Murni merupakan rasio siswa sekolah jenjang pendidikan tertentu terhadap penduduk usia yang sesuai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kemiskinan menjadi penyebab utama anak putus sekolah. Anak perempuan yang tidak sekolah rentan mengalami perkawinan anak yang berakibat pada tidak terpenuhinya hak-hak anak (Kemendikbud RI, 2023).

Dari sisi ketenagakerjaan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan sebesar 48,82%, sementara laki-laki yang mencapai 68,40%. Data BPS (2022) menunjukkan sebanyak 35,57% perempuan bekerja di sektor formal dan laki-laki 43,97%. Demikian juga rata-rata upah buruh laki-laki sebesar 3,14 juta rupiah dan rata-rata upah buruh perempuan sebesar 2,43 juta rupiah (Sakernas, 2023). Dari sisi ekonomi, perempuan merupakan kekuatan ekonomi yang banyak berkontribusi dalam Pembangunan. Data tahun 2022 menunjukkan bahwa sumbangan pendapatan perempuan mencapai 37,17%. Ini berarti perempuan Indonesia berkontribusi sebanyak 37,17% terhadap pendapatan keluarga. Sementara pengeluaran perkapita perempuan hanya 9,28 juta/tahun, jauh di bawah laki-laki yang mencapai 16,21 juta/tahun (BPS RI, 2023).

Dari sisi pembangunan ekonomi juga terlihat adanya ketimpangan. Hasil Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI tahun 2022 menunjukkan Indeks Inklusi Keuangan perempuan di Indonesia sebesar 83,88%, Sementara laki-laki lebih tinggi pada angka 86,28% (OJK RI, 2023). Pada tahun yang sama, sebanyak 62% perempuan bekerja pada sektor informal dan mempunyai potensi untuk dikembangkan. Sumbangan UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 60,5%, dimana 64% pelaku usaha mikro tersebut adalah perempuan. Saat ini, lebih dari 20 juta UMKM di Indonesia yang menggunakan transaksi online dan memiliki kapasitas e-commerce dalam menjalankan usahanya.

Perempuan lebih terhambat mengakses teknologi dan koneksi internet dibandingkan dengan laki-laki. Katadata 2022 mencatat penduduk perempuan yang pernah mengakses internet sebanyak 63,53%, lebih sedikit dibandingkan laki-laki yang sebanyak 69,39%. Demikian pula hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesiaa (APJII 2023), sebanyak 77,36% dari total populasi perempuan Indonesia mendapatkan akses internet, sedangkan laki-laki lebih tinggi yaitu 79,32% dari total populasi laki-laki di Indonesia. Kesetaraan gender berkontribusi terhadap pembangunan dan demokrasi. Terjadinya ketidakadilan gender akan menimbulkan dampak; a).pemiskinan, b).konsep diri yang rendah, c).lemahnya daya saing sosial, politik dan ekonomi, d).politik, ekonomi dan budaya berbasis jenis kelamin, dan e). budaya patriarki.

Kesetaraan gender di Indonesia dijamin oleh undang-undang. Hal ini tertuang pada UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (1). Pasal 28A dan Pasal 281 ayat (2) yang mencantumkan asas persamaan. Demikian pula Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, pada bagian kesembilan Pasal 46 yang menyatakan bahwa sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan. Demikian pula pada Pasal 48 juga menyatakan bahwa wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Berikutnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada Pasal 173 ayat (2) pada huruf e menyebutkan bahwa partai politik menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat. Selanjutnya adalah Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender.

Pengarusutamaan Gender adalah suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender (KKG) melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan sektor pembangunan (Inpres Nomor 9 Tahun 2000). Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah menetapkan beberapa strategi yaitu; 1).Peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, 2).Peningkatan peran ibu dalam pendidikan anak, 3).Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, 4).Pencegahan perkawinan anak, dan 5).Penurunan pekerja anak. Strategi ini dijalankan oleh pemerintah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan seperti; lembaga profesi, lembaga riset, media massa, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan dan pemerintah daerah. Sejauh ini, pengarusutamaan gender yang dijalankan oleh pemerintah tampaknya cukup berhasil. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan skor Indeks Pemberdayaan Gender (IPG). Skor IPG yang hanya mencapai angka 72,1 (tahun 2018), terus mengalami peningkatan hingga mencapai 76,59 pada tahun 2022 atau berada di level "tinggi" (BPS RI, 2023).

Namun demikian, masih ada tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mewujudkan kesetaraan gender. Pertama adalah masalah kekerasan. Berdasarkan data, 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan oleh pasangan dan selain pasangan selama hidup mereka. Sekitar 1 dari 10 perempuan mengalaminya dalam 12 bulan terakhir. Sebanyak 406.178 kasus kekerasan terjadi selama tahun 2018, diman 71 % merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (perkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual) dan sebanyak 28% terjadi di ranah publik. Dalam KDRT, kasus inses adalah yang tertinggi dan anak perempuan paling rentan menjadi korban. Kasus inses sering tidak terlaporkan karena pelakunya adalah orang yang terdekat dengan korban (Komnas Perempuan, 2018). Kedua, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif di tahun 2019 DPR RI hanya sebesar 20,52%, demikian pula di DPD sebesar 30,88%. Keterwakilan ini belum optimal dan belum disertai pemahaman gender. Berikutnya, di lembaga eksekutif, proporsi perempuan yang menduduki jabatan struktural pimpinan tinggi pratama hanya sebanyak 18% (3.240 orang) dibandingkan laki-laki yang mencapai 82% (17.637 orang) (Databoks, 2023). Komnas Perempuan juga menemukan sebanyak 20 kebijakan dan regulasi yang diskriminatif gender di tingkat pusat dan daerah (Komnas Perempuan, 2022)

Ketiga, BPS menyebutkan bahwa proporsi rata-rata nasional rumah tangga terhadap akses air minum secara pada 2022 yaitu 44,94 persen dan akses sanitasi layak juga baru mencakup 80,92% rumah tangga (Data Indonesia, 2022). Kelangkaan air bersih menghambat pekerjaan dan aktivitas produktif di dalam rumah tangga. Infrastruktur air bersih dan sanitasi yang lokasinya jauh dan gelap menyebabkan perempuan rentan mengalami kekerasan seksual. Keempat, dari sisi sumber daya alam dan lingkungan hidup, perubahan iklim menyebabkan terjadinya krisis air bersih, krisis energi, kerawanan pangan, ancaman penyakit, bencana, dan konflik sosial. Dampak perubahan iklim ini lebih besar dirasakan oleh perempuan, sementara kesiapan dan keterampilan hidup perempuan dalam mengantisipasi dampak tersebut masih terbatas, terutama dalam situasi darurat dan bencana.

Ke depan, pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis guna mengatasi diskriminasi gender. Kebijakan tersebut meliputi: a).Menghentikan segala bentuk diskriminasi terhadap semua perempuan dan anak Perempuan, b).Menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap semua perempuan, seperti melecehkan dan eksploitasi seksual pada anak perempuan, dan c).Memberikan kesempatan kepada perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan keluarga. Pemerintah harus mampu melindungi hak-hak warga khususnya perempuan. Perempuan sebagai bagian dari warga negara, selain mendapatkan kebebasan dalam menggunakan haknya, juga harus mendapatkan perlindungan hukum terhadap hak-haknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun