Indonesia adalah negara yang rawan bencana dilihat dari aspek geografis, klimatologis dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua benua dan dua samudera menyebabkan Indonesia mempunyai potensi yang cukup bagus dalam perekonomian sekaligus juga rawan dengan bencana. Secara geologis, Indonesia terletak pada 3 (tiga) lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik yang membuat Indonesia kaya dengan cadangan mineral sekaligus mempunyai dinamika geologis yang sangat dinamis yang mengakibatkan potensi bencana gempa, tsunami dan gerakan tanah/longsor (BNPB, 2014).
Provinsi Bali adalah salah satu provinsi di Indonesia yang tergolong rawan bencana. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, sepanjang tahun 2018 telah terjadi 1.592 bencana di Bali. Bencana yang mendominasi adalah gempa bumi sebanyak 550 kasus skala besar maupun kecil. Berikutnya adalah pohon tumbang 290 kasus, kebakaran 278 kasus, tanah longsor 146 kasus, banjir 117 kasus, dan sisanya seperti puting beliung, bangunan roboh, dan kekeringan. Dari total kasus bencana yang terjadi di Provinsi Bali, sebanyak 250 kasus terjadi di Kabupaten Badung (Rosidin, 2019).
Menurut buku Rencana Kontinjensi Gempa Bumi dan Tsunami, potensi bencana yang ada di Kabupaten Badung meliputi gempa bumi, tsunami, angin puting beliung serta tanah longsor. Sejarah bencana yang pernah terjadi di kabupaten Badung merupakan rangkuman historis seluruh kejadian bencana meliputi bencana alam, non alam dan sosial yang dibagi ke dalam kelompok bencana geologi, hidrometeorologi, biologi dan konflik sosial. Disamping sebagai daerah rawan bencana, Kabupaten Badung adalah "surga" bagi ribuan wisatawan yang datang berkunjung ke kabupaten ini setiap tahun. Selama dasawarsa terakhir, ekonomi Kabupaten Badung telah menjadi sangat bergantung pada industri pariwisata. Banyak pembangunan utama di Bali, khususnya yang berkaitan dengan pariwisata berlokasi tepat di pesisir selatan yang menghadap Samudera India. Apabila terjadi bencana, wisatawan dan masyarakat yang ada di kawasan rawan bencana akan menjadi korban, selain itu bencana akan menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang sudah diperoleh selama ini (BPBD Kab.Badung, 2013).
Perlindungan wisatawan dan masyarakat dari ancaman bencana haruslah dilakukan oleh semua pihak, seperti pemerintah, pekerja sosial, masyarakat, maupun stakeholders lain yang terkait. Hal yang paling mendesak adalah menumbuhkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk melindungi  diri  sendiri  dari  ancaman  dan  resiko  bencana.   Menurut Herianto, dkk (2014), pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana dilaksanakan dengan cara pembentukan Community-based disaster di masyarakat. Penciptaan community-based disaster dengan kata lain membangun ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana pada sebelum, saat terjadi bencana, maupun pasca bencana. Salah satu strategi yang digunakan untuk mewujudkan ini adalah melalui pembentukan desa-desa atau kelurahan-kelurahan yang tangguh terhadap bencana.
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Destana) adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan. Pembentukan destana merupakan salah satu upaya pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat. Di dalam desa/kelurahan tangguh bencana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi menjamin keberkelanjutan (BNPB, 2012). Melalui pembentukan desa/kelurahan tangguh bencana diharapkan upaya pencegahan dan mitigasi bencana pada obyek-obyek wisata di wilayah desa/kelurahan rawan bencana dapat berjalan secara terpadu, efektif dan efisien, sehingga dapat menciptakan rasa aman dan nyaman pada masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata tersebut.
Kabupaten Badung memiliki banyak destinasi wisata yang sangat terkenal sampai ke manca negara. Berdasarkan data Profil Dinas Pariwisata Kabupaten Badung Tahun 2019, kurang lebih terdapat 99 obyek wisata alam di Kabupaten Badung yang meliputi pantai, lembah, sungai maupun persawahan. Beberapa obyek wisata alam yang cukup terkenal antara lain; pantai Kuta, pantai Pendawa, jembatan Tukad Bangkung. Selain memiliki objek wisata alam, Kabupaten Badung  juga terkenal sebagai destinasi wisata konvensi dan tempat dilaksanakan event internasional seperti IMF Side Event, World or Music Art and Dance (WOMAD) dan Badung International Night Run.
Jumlah obyek wisata yang begitu banyak dan adanya kegiatan promosi wisata menyebabkan terjadinya peningkatan kunjungan wisata ke Kabupaten Badung. Data Profil Dinas Pariwisata Kabupaten Badung menunjukan adanya peningkatan kunjungan wisatawan setiap tahun ke Kabupaten Badung.
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ini tentunya menuntut Pemerintah Kabupaten Badung untuk meningkatkan pelayanan publik dengan cara memberi rasa aman dan nyaman kepada wisatawan. Bedasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Badung, beberapa obyek wisata yang ada di Kabupaten Badung terletak di daerah rawan bencana khususnya bencana tanah longsor dan tsunami. Mengingat sebagian besar destinasi wisata di Kabupaten Badung adalah daerah rawan bencana, maka BPBD Kabupaten Badung melakukan upaya pencegahan dan mitigasi bencana dengan cara memberdayakan masyarakat dibidang kebencanaan melalui pembentukan desa tangguh bencana (destana). Dengan terbentuknya destana maka diharapkan tercipta sinergitas antara pemerintah daerah dengan masyarakat dalam pencegahan dan mitigasi bencana.
 Berdasarkan hasil analisa kajian risiko Kabupaten Badung, didapatkan total luasan wilayah yang terdampak bahaya banjir seluas 5,56% (40.730 Ha) dari luas wilayah Kabupaten Badung. Dengan demikian maka didapatkan tingkat bahaya tanah longsor di Kabupaten Badung adalah tinggi. Berdasarkan  hasil  pengkajian  risiko  bencana longsor di Kabupaten Badung,  didapatkan kelas indeks penduduk terpapar adalah rendah, dan kelas indeks kerugian  tinggi.Â
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kerentanan di Kabupaten Badung adalah sedang (BNPB, 2019). Kejadian bencana tanah longsor dilaporkan terjadi pada bulan Pebruari 2017 di desa Pelaga dan desa Belok Sidan Kecamatan Petang. Meskipun tidak ada korban jiwa, namun kejadian ini mengakibatkan kemacetan lalu lintas karena tanah yang longsor menutupi badan jalan. Pada waktu yang bersamaan, terjadi juga tanah longsor di desa Petang yang mengakibatkan bangunan sekolah jebol (Suryani, 2017).Â
Pada bulan Desember 2018 kembali terjadi bencana tanah longsor di 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Petang (Desa Pangsan), Kecamatan Mengwi (Desa Munggu dan Desa Buduk), Kecamatan Abiansemal (Desa Taman dan Desa Ayunan) dan kelurahan Kerobokan Kaja Kecamatan Kuta Utara. Beberapa desa seperti desa Pelaga, desa Belok Sidan, desa Petang, desa Pangsan dan desa Munggu merupakan desa wisata yang ada di Kabupaten Badung (BPBD Kab. Badung, 2019).