Menyaksikan kiprah para guru zaman sekarang membuat geleng-geleng kepala. Aktivitas keseharian mereka benar-benar luar biasa, tak ubahnya para wanita karier di kota-kota besar. Pemandangan yang tidak mungkin ditemukan 30-40 tahun yang lalu.
Ditilik dari penampilannya saja jelas jauh berbeda. Guru-guru Wanita dahulu lekat dengan kesederhanaan penampilan demikian pula dalam bertutur kata maupun tingkah laku. Semuanya tertata begitu rapi.
Guru-guru Wanita zaman sekarang sangat jauh berbeda. Tuntutan Pendidikan modern mengubah mereka. Kemampuan IT, kemampuan komunikasi yang lebih cair ditambah dengan kesigapan dalam melakukan apapun menjadi hal yang harus dimiliki.
Sehingga jangan pernah berharap menemukan guru zaman sekarang dengan penampilan guru tahun 70 atau 80-an. Pasti tidak akan pernah ada.
Namun di balik semua itu, terdapat sisi yang kini mulai dirasakan terkait kemampuan mereka berada di beberapa lingkungan dalam waktu yang sama. Mereka dihadapkan pada dilematika saat membagi waktu mereka di sekolah, rumah, dan lingkungan sekitar.
Kesibukan yang semakin menumpuk membuat mereka harus Menyusun skala prioritas. Hal semakin sulit manakala sekolah tempat guru Wanita mengajar menerapkan fulldays scholl.
Dengan penerapan fulldays scholl dapat dipastikan waktu sang guru akan lebih banyak berada di sekolah. Mereka akan menjadikan sekolah sebagai rumah kedua, mulai dari jam 6 pagi saat keluar dari rumah, hingga jam setengah lima sore saat masuk ke rumah lagi.
Sehingga jika dihitung mereka berada di sekolah sekitar 10 jam sehari. Artinya hanya tersisa 14 jam untuk segala hal yang ada di rumah dan lingkungan. Itu pun masih dikurangi saat istirahat di malam hari.
Situasi semacam ini berakibat ada yang harus dikorbankan. Sisi yang harus dikorbankan apalagi kalau bukan keluarga dan interaksi dengan lingkungan. Sebab mereka telah kehabisan energi dan waktu.
Memang ada guru wanita yang mampu memenej semua itu dengan baik. Namun ketika tuntutan tugas tiba-tiba memanggil maka tuntutan tersebutlah yang akan didahulukan.