Prancis ternyata bisa juga seperti negara-negara Dunia Ketiga. Kerusuhan yang demikian hebat menjalar begitu cepat hingga pihak kepolisian Prancis harus mengerahkan 45.000 personil untuk mengendalikan massa.
Peristiwa kerusuhan itu sendiri dipicu oleh Tindakan keras polisi terhadap salah seorang pemuda. Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan olehnya dihentikan dengan penembakan dari jarak dekat terhadap remaja tersebut. Peristiwa yang terjadi pada Selasa malam, 27 Juni 2023 sontak menimbulkan kerusuhan di mana-mana.
Kasus penembakan terhadap Nahel, berawal ketika polisi menghentikan Mercedes yang dikemudikannya. Alih-alih berhenti, Nahel justru melawan. Akhirnya dua polisi pun mengejar dan menembakkan pistol dari jarak dekat ke dada pemuda itu.
Berita penembakan ini dengan cepat menyebar, apalagi Nahel sendiri adalah anak imigran. Isu inilah yang membuat permasalahan bertambah keruh. Sebab selama ini banyak sorotan terhadap polisi saat menangani kaum pinggiran, termasuk para imigran.
Di negara yang konon merupakan pusat demokrasi dengan semangat yang dikobarkan Napoleon Bonaparte ini, ternyata diam-diam akar rasisme masih kuat. Reaksi terhadap penembakan ini pada dasarnya merupakan akumulasi dari berbagai permasalahan yang terpendam.
Perlakuan polisi yang cenderung 'pilih kasih' ini membangkitkan kemarahan kaum imigran. Maka tidak heran dalam waktu cepat, kerusuhan menyebar ke berbagai kota di Prancis. Termasuk Paris. Hingga mala mini, sekurang-kurangnya 1.300 orang telah ditangkap.
Kasus kerusuhan ini mengingatkan kejadian tahun 2020 di Amerika Serikat. Saat polisi menembak pemuda kulit hitam, George Floyd dalam kondisi tidak berdaya. Peristiwa ini pun memicu kerusuhan di berbagai kota di Amerika Serikat.
Berdasar dua kejadian di atas, ternyata PR rasisme di negara-negara Barat masih menjadi pekerjaan yang belum terselesaikan. Koar-koar yang mereka lakukan selama ini, belum menyentuh ke bagian bawah. Hal ini terbukti masih adanya pihak-pihak yang melakukan hal ini.
Perlakuan itu pun terjadi hampir di semua sisi kehidupan. Baik dalam kehidupan sehari-hari, oleh raga, pelayanan public, dan lain-lain. Kesan adanya perbedaan masih kental di dalamnya. Walaupun pemerintah sendiri telah berupaya menghindari hal ini.
Hal kedua yang patut diamati adalah peran media sosial. Tidak dapat dipungkiri begitu cepatnya kerusuhan ini menjalar, dapat dipastikan media sosiallah perantaranya. Kebebasan masyarakat mengirim dan menerima informasi, membuatnya segalanya tidak mampu dibendung.