Mengaitkan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 dengan agenda 2024, rasanya sah-sah saja. Sebab di negeri yang luar biasa ini, apa sih yang tidak bisa. Termasuk pula menggunakan isyu Israel untuk kepentingan politik. Maka kalau ada sebagian penggede parpol mengatakan sikap penolakan mereka terhadap perhelatan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia, tidak berpengaruh, itu omong kosong. Saya yakin dalam hatinya dia pun merasa khawatir.
Penolakan yang berujung pada pembatalan ini, pada dasarnya dilakukan oleh 3 kelompok. Mereka adalah dari kelompok ormas Islam, partai politik, dan segelintir pejabat negara. Alasan penolakan yang dilakukan masing-masing pun jika ditelisik, pasti mempunyai motif yang berbeda.
Bagi kelompok ormas Islam, penolakan ini patut dipahami. Bagaimanapun juga Israel adalah sosok yang harus diperangi dalam situasi apapun. Maka apa yang mereka lakukan pasti mempunyai dasar yang kuat, dan orang pun tidak punya hak untuk melarangnya.
Bagi partai politik, dapat dipastikan pasti lain lagi motifnya. Dalam hal ini ada 2 parpol berdasarkan basis massanya. Bagi yang berbasis keagamaan, jelas untuk menunjukkan eksistensi mereka memperjuangkan negeri Palestina yang hingga saat ini dicengkeram oleh Israel. Namun bagi parpol berideologi nasionalis, langkah yang dilakukan, diakui atau tidak adalah untuk merebut simpati dari kalangan keagamaan, walaupun dibalut dengan bungkus lain. Namun walau bagaimanapun, muaranya tetap pada agenda 202, Pemilu.
Dari kalangan pejabat, suara yang paling lantang datang dari Ganjar Pranowo dan I Wayan Koster. Keduanya secara tegas menolak kehadiran timnas Israel di Indonesia. Bahkan I Wayan Koster bela-belain kirim surat resmi pada Menpora. Keren. Namun jika dikaitkan dengan agenda 2024, apa yang dilakukan I Wayan Koster tidak mempunyai implikasi luas. Lain halnya dengan langkah Ganjar Pranowo.
Tindakan Ganjar Pranowo dapat digambarkan sebagai bentuk menggali lubang kubur sendiri. Maka tidak heran jika sebagian pengamat mengatakan isyu Piala Dunia U-20 2023 dapat menjai game changer konstelasi politik 2024. Dikatakan akan terjadi potensi migrasi pemilih dari Ganjar Pranowo ke seberang.
Kalangan parpol di mana Ganjar Pranowo bernaung secara tegas menepis kemungkinan itu, demikian juga para pendukungnya. Statement semacam itu boleh-boleh saja, namun yang perlu diingat bahwa Ganjar Pranowo selama ini adalah sosok yang dekat dengan generasi millenial. Kegemarannya bermain di media sosial menjadi salah satu buktinya. Perlu diketahui bahwa sebagian besar generasi millenial tidak begitu dekat dengan isyu Israel-Palestina yang menjadi dasar penolakan itu.
Yang kedua, para pendukung Ganjar Pranowo adalah orang-orang yang tidak jauh dengan dunia sepak bola. Mereka tentu saja sangat kecewa dengan apa yang dilakukan sosok pujaannya. Sosok yang diharapkan menjadi pendukung atau minimal tidak banyak komentar, ternyata melakukan hal sebaliknya.
Dari gambaran ini, potensi itu tampak sekali. Situasi berbeda justru ada di kubu Anies Baswedan. Sebagai pesaning Ganjar Pranowo dalam berbagai survey, Anies Baswedan lebih cerdas dalam mengambil sikap. Dia melakukan langkah hati-hati dalam mencermati isyu tersebut. Tampak sekali dari tidak adanya komentar keluar dari mulutnya saat isyu ini merebak. Padahal semua orang menunggu sikap Anies Baswedan
Sikap menunggu ini wajar-wajar saja. Sebab tanpa memberikan komentar, dapat dipastikan Anies Baswedan akan berada di pihak penentang kehadiran Israel dalam perhelatan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia. Hal ini didasarkan pada basis massa di mana Anies Baswedan berada. Harapan para pendukungnya tentu saja agar Anies Baswedan menyampaikan komentar bahwa dia pun secara tegas menolak kehadiran tim Israel.