Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mungkinkah Ini Namanya De javu

10 Oktober 2022   17:24 Diperbarui: 10 Oktober 2022   17:27 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan tangisan Arkhan Kaka dan kawan-kawan usai dikalahkan Malaysia tadi malam, mengingatkan apa yang terjadi dengan timnas U-19 beberapa bulan yang lalu. Secara kebetulan kita pun menjadi tuan rumah, dan secara matematis kita pun layak juara. Meskipun saat itu hanya juara AFF.

Kalaupun ada perbedaan, barangkali pada situasinya. Saat timnas U-19 berlaga, secara kebetulan 3 peringkat grup di atas memiliki kesamaan di segala hal. Ketiganya mengemas nilai 11 dari 3 kemenangan dan 2 hasil seri. Secara kebetulan juga Indonesia berada di peringkat ketiga, Indonesia bisa masuk babak semi final jika Vietnam dan Thailand di atS kita saling mengalahkan. Dan hasilnya, zonk. Kedua kesebelasan "mempermainkan" kita dan mendepak kita bareng-bareng dari kursi semi final. Sakit!

Buat U-16, beda kasusnya. Perkasa sepanjang laga, membuat kita menjadi kandidat lolos gratis ke babak final Piala Asia U-17 2923. Caranya mudah, ambil hasil seri sudah cukup untuk ditukar dengan tiket babak final tahhn depan. Namun impian tinggal impian. Di babak krusial ini justru kita dibuat bofoh dengan 5 gol tanpa balas dalam 30 menit babak pertama. Beda dengan U-19, kalo ini kita "dipermainkan" oleh Malaysia dtngan cara sadis. Sakit!

Usut punya usut, rotasi pemainlah permasalahannya, seperti diakui Bima Sakti. Menggeber tenaga sepenuh hati tanpa melihat bobot lawan, ibarat membunuh semut dengan meriam. Kemenangan 14-0 atas Guam, seakan tak berarti dengan hasil imbang Malaysia saat meladrni Guam yang sempat kita tertawakan. Pasalnya hasil itu tidak diperhitungkan seperti saat U-19 berlaga di AFF.

Bagi STY yang membesut timnas U-19, kegagalan di AFF justru jadi bahan evaluasi. Pada kualifikasi Piala Asia, semua dugebahi. Hasilnya timnas U-19 tembus final Piaka Asia 2023. STY banyak belajar dari kesalahsn masa lalu.

Bagi coach Bima Sakti, persoalan menjadi lain. Prestasi U-16 berbanding balik dengan U-19. Mereka sukses mengukir prestasi di AFF, sehingga beberapa pelatih sempat busung dada dengan teriakan "local pride", seakan turnamen itu adalah akhir perjalanan mereka. Padahal agenda yang sudah menghadang adalah kualifikasi Piala Asia 2023 dengan bobot yang lebih tinggi tentunya.

Inilah kenyataan pahit yang harus diterima Bima Sakti dan anak asuhnya. Jika STU dan anak asuhnya mampu berbenah dan mendapatkan obat kecewa, Bima Sakti tudak. Satu-satunya kesempatan hanya ajang turnamen pada tahun depan. Obat kecewa yang mereka harapkan masih jauh.

Satu pertanyaan menarik, kegagalan ini akankah menarik minat PSSI untuk mengangkat Bima Sakti menggantikan STY buat skuad SEA Games. Hanya Tuhan dan PSSI yang tahu tentunya.

Lembah Tidar, 10 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun