Beberapa hari belakangan ini, berita kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan begitu banyak korban menghiasi berbagai ruang publik. Sehingga mau tidak mau label bahwa jalan raya tak ubahnya sebagai ladang pembantaian, seakan terbukti. Kisah tragis terakhir, terjadi minggu lalu di Kretek Wonosobo. Saat sebuah bis mengalami rem blong dan menghantam beberapa kendaraan di depannya. Beberapa korban pun harus menghembuskan napas dalam kondisi tidak sepenuhnya.
Berkaca dari beberapa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan besar, pokok permasalahan penyebab kecelakaan adalah kegagalan pengereman. Dalam kondisi jalan menurun, situasi semacam ini benar-benar menjadi sebuah horror yang luar biasa. Dua pilihan yang sama beratnya adalah membuang kendaraan bermotor ke arah lain, atau malahan menyeruduk beberapa kendaraan di depannya, dan kesemuanya pasti menimbulkan korban jiwa.
Menurut beberapa pengamat transportasi umum, berbagai kecelakaan tersebut disebabkan oleh 2 hal. Pertama faktor human error, dari sang pengemudi sendiri. Kompetensi yang kurang memadai dari sang pengemudi, dapat menjadi bencana bagi pengguna jalan lain.
Faktor kedua yang tidak kalah penting adalah kelaikan kendaraan bermotor itu sendiri. Bagaimanapun hebatnya seorang pengemudi, jika ada sesuatu yang tidak beres dengan kendaraan yang dibawanya, terutama beberapa bagian penting, dapat dipastikan akan terjadi kecelekaan tersebut.
Berkaitan dengan faktor pengemudi, terdapat beberapa hal menarik. Faktor pertama, tingkat kebugaran pengemudi. Diakui atau tidak, tetap ada batas kekuatan seorang pengemudi dalam membawa sebuah kendaraan bermotor. Kelelahan yang berujung pada rasa kantuk, menjadi penyebab paling sering terjadinya sebuah kecelakaan lalu lintas.Â
Memaksakan diri mengemudikan kendaraan bermotor dengan kondisi semacam ini, dapat menjadi bencana bagi dirinya ataupun pihak lain. Ironisnya beberapa kendaraan besar, terkadang tidak menyertakan sopir cadangan dengan alasan tertentu.
Kompetensi seorang pengemudi juga perlu diperhitungkan. Sudah menjadi rahasia umum banyak pengemudi yang naik pangkat dari kernet menjadi supir. Kebiasaan memaju-mundurkan kendaraan lama-lama meningkat mengemudikan untuk jarak tertentu. Biasanya sang pengemudi utama memang sengaja memberikan kesempatan.
Permasalahan semacam ini tidak jarang menjadi awal bencana. Model belajar mengemudi tanpa melalui pendidikan formal, membuat kompetensi mengemudi yang mereka miliki tidak lengkap, atau boleh dibilang otodidak. Situasi semacam ini menjadi sesuatu yang mengerikan saat dia berhadapan dengan kondisi darurat, misalnya menghadapi jalan-jalan ekstrim.Â
Kompetensi yang belum memadai ditambah jam terbang yang minimal menjadi pemicu bencana yang luar biasa. Ironisnya saat mereka mengemudi, tidak semua penumpang tahu bahwa sang pengemudi bukan pengemudi sebenarnya. Dalam beberapa kecelakaan bis pariwasata, kemudi dalam kondisi dipegang sopir cadangan, seperti yang di Wonosobo minggu lalu.
Dari faktor eksternal, atau bukan sang pengemudi berkaitan dengan kompenen yang ada dalam kendaraan bermotor itu sendiri. Lagi-lagi sudah menjadi rahasia umum beberapa pemilik angkutan melakukan berbagai langkah penghematan. Besarnya biaya operasional, membuat mereka cenderung abai dengan berbagai perangkat keselamatan yang ada pada kendaraan mereka.Â