Sehingga sering kita lihat Praveen mengambil bola dalam posisi tidak nyaman. Akhirnya bola melewati net juga dalam posisi tanggung, sehingga memudahkan lawan untuk menyelesaikan.
Pada kesempatan lain, justru terjadi sebaliknya. Bola yang seharusnya diambil Melati, justru dibiarkan. Lagi-lagi, Praveen harus jumpalitan untuk menutupnya. Ujung-ujungnya pengembalian Praveen menjadi tanggung.
Jika kita lihat secara cermat, beberapa kali terlihat kesan kecewa di wajah Praveen. Nampak ada ketidaknyamanan atas kejadian itu. Entah itu berupa perasaan jengkel atau pun kecewa dengan kesalahan yang dibuat oleh Melati. Dan ini hanya Praveen yang tahu.
Demikian pula yang terjadi pada Melati. Setiap ia berbuat kesalahan, tampak pula kesan penyesalan terpancar dari wajahnya. Sama dengan Praveen, ada rasa tidak nyaman di situ.
Kelemahan komunikasi inilah yang justru dimanfaatkan oleh pihak lawan. Rasa tidak enak di antara kedua pasangan ditambah dengan minimnya komunikasi, membuat permainan Praveen dan Melati tidak berkembang. Justru mereka berkutat dengan berbagai kesalahan yang dibuatnya sendiri.
Situasi ini tidak boleh dibiarkan. Maka perlu ada mediator yang menjembatani keduanya. Bagaimanapun juga, komunikasi di lapangan menjadi kunci utama. Sikap saling merasa tidak nyaman di lapangan akan berefek pada prestasi mereka berikutnya.
Lembah Tidar, 8 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H