Jujur dulu saya tidak sekhawatir sekarang ini. Merebaknya virus Corona di negeri ini masih saya tanggapi biasa-biasa saja. Namun sebagai langkah preventif, segala hal yang berkaitan dengan protokol kesehatan tetap saya pegang kuat. Ungkapan yang mengatakan bahwa mencegah jauh lebih baik, daripada mengobati yang menjadi dasar.
Sejalan dengan perputaran roda waktu, rasa biasa itu menjadi tidak biasa lagi. Kabar amuk virus di Kudus dan Bangkalan yang memapari ratusan orang dalam satu hari, ditambah puluhan korban meninggal akibat paparan ini membuat saya berpikir ulang. Mungkinkah paparan sang virus ini akan semakin massif, hingga menyentuh ruang-ruang terdekat kita.
Kekahawatiran ini terbukti. Beberapa tetangga di perumahan saya positif Covid-19. Gejala flu biasa yang mereka rasakan, ternyata berkepanjangan. Hal ini membawa mereka untuk berobat ke rumah sakit. Dan ujung-ujungnya saat dilakukan SWAB Antigen, ternyata mereka positif. Ketika berlanjut ke PCR, hasilnya juga positif. Sehingga mereka pun harus isolasi mandiri, karena kebetulan mereka bukan komorbid.
Kenyataan lain yang tak kalah mengejutkan adalah salah seorang tetangga, yang seorang dokter. Kemarin dia mengabarkan lewat WAG lingkungan bahwa dia terpapar Covid-19. Pekerjaannya di RS yang berhubungan setiap hari dengan para penderita Covid-19, membuatnya terpapar. APD yang dikenakannya dengan disiplin tinggi tak mampu menghalangi sang virus untuk masuk ke tubuhnya.
Berbagai kenyataan ini menyadarkan kita bahwa mereka (Covid-19) telah ada di mana-mana. Kita tak pernah tahu, bisa saja orang yang saat ini berhadapan dengan kita telah terpapar. Mungkin karena tingkat imunitasnya yang tinggi, sehingga dia tidak merasakan gejala apapun. Kontak yang semula biasa akan menjadi masalah besar, saat lawan kontaknya berada pada tingkat imunitas rendah. Dan penularan pun terjadi.
Kenyataan seperti ini pula yang dialami salah seorang teman yang tinggal di Kabupaten Jepara. Selama ini dia merasa aman-aman saja. Penyebaran Covid-19 di kotanya relative rendah. Kehidupan berjalan normal. Protokol kesehatan pun berjalan sekedarnya. Semua berjalan pada situasi normal.
Namun beberapa hari belakangan ini, semua seakan berubah. Gambaran amukan Covid-19 yang selama ini mereka saksikan di berbagai media, tetiba hadir di sekitar mereka. Bagaimana mereka tidak kaget, jika dalam satu hari ada beberapa desa yang harus memakamkan 4 atau 5 warganya yang meninggal karena Covid-19.
Belum lagi ditambah dengan raungan ambulance yang seakan tiada henti. Kesan horror menjadi sempurna saat para tenaga kesehatan berpakaian APD lengkap bertebaran di sekitar rumah-rumah mereka. Sungguh sebuah horror yang tidak pernah terbayangkan.
Maka tak heran jika sampai hari ini Kabupaten ini masuk dalam kategori zona merah. Angka penderita aktifnya berada di urutan 1 di propinsi Jawa Tengah, mengalahkan Kudus yang beberapa waktu menjadi viral dengan kasus Covid-19 nya.
Berbekal dari kenyataan tersebut, tak ada pilhan lain bagi saya atau siapa pun untuk mengikuti protokol kesehatan. Sudah bukan zamannya lagi kita berlaku konyol, menantang sang virus. Tindakan-tindakan menyepelekan sang virus, menganggap sebagai teori konspirasi, dan segala tetek bengeknya. Virus ini nyata. Virus jadi ancaman bagi kehidupan. Maka semua kembali pada kesadaran masyarakat kita. Semakin patuh dengan prokes, maka semakin cepat pula badai ini akan berlalu.