Gelontoran 4 gol pada babak kedua tadi malam, memang menyesakkan. Militansi dalam bertahan selama 45 menit babak pertama seakan tak berguna. Gegara sebuah gol berbau hands ball, mengubah segalanya. Paling tidak ini yang diucapkan oleh Shin Tae-yong.
Tak dapat dimungkiri, bahwa Vietnam merupakan salah satu tim yang paling penasaran jika berhadapan dengan Indonesia. Hal ini tampak dari berbagai komentar yang mengiringi saat menjelang ataupun setelah pertandingan. Serasa ada kepuasan yang luar biasa jika bisa melumat Indonesia. Demikian pula sebaliknya, mereka merasa dunia ini kiamat saat dikalahkan oleh Indonesia.
Laga semalam memang laga yang kurang imbang dari segi apapun. Bola lebih banyak bermain di lapangan Indonesia. Hanya sesekali umpan balik coba dilakukan. Namun lagi-lagi karena terburu-buru, bola yang direbut mati-matian menjadi sia-sia. Bahkan tak jarang para pemain depan pun harus turun jauh ke bawah untuk membantu pertahanan. Sungguh sebuah permainan yang tidak ideal.
Harus diakui, Vietnam memulai laga dengan skema yang bagus. Aliran bola mereka begitu terpola. Berbagai tusukan yang mereka lakukan pun, luar biasa. Walaupun pada babak pertama mampu diredam dengan segala cara oleh barisan belakang Indonesia.
Satu catatan kecil bagi Indonesia, betapa lemahnya koordinasi lini belakang tim ini. Beberapa kali terjadi miskomunikasi yang membahayakan. Baik berupa umpan yang tanggung maupun sikap saling menunggu. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi.
Menghadapi Vietnam dengan segudang optimisme, bukanlah hal yang salah. Catatan impresif tiga hari sebelumnya saat menahan imbang Thailand, dengan mampu mengejar ketinggalan menjadi modal berharga.
Namun di lapangan optimisme itu tak sepenuhnya berarti, saat mental bertanding tidak ada. Kalau pun gol pertama Vietnam dianggap mengganggu konsentrasi pemain, hal ini salah. Seharusnya mereka segera melupakan hal itu, dan mulai melakukan pembenahan di semua lini. Karena bagaimana pun keputusan wasit sifatnya final. Apalagi tidak ada VAR dalam pertandingan ini.
Kenyataan di lapangan justru Indonesia semakin kacau permainannya. Maka bukanlah hal yang aneh jika Nadeo harus memungut bola dari gawangnya hingga 4 kali. Sedangkan Indonesia tanpa satu pun melesakkan bola ke gawang Vietnam.
Berkaca dari dua laga yang telah dilakoni, tak dapat dimungkiri bahwa tidak ada sesuatu pun yang bersifat instan. Menghakimi Shin Tae-yong sebagai pelatih yang gagal, tentunya tidak bijaksana. Pembentukan sebuah tim yang solid, tidak semudah mengetukkan tongkat sihir. Lalu semuanya berubah. Tetap ada tahapan yang harus dijalani. Di situ ada yang namanya tujuan sementara atau pun tujuan akhir perjalanan tim ini.
Belum hilang dari ingatan kita tentang sosok Luis Milla. Saat itu kita mengusung asa besar pada Luis Milla. Terbukti pada saat itu mulai nampak ada pola dalam permainan timnas. Permainan cantik mulai dapat kita lihat. Namun sayang, karena sesuatu hal sang pelatih angkat kaki. Bima Sakti sang asisten yang kemudian diberi kepercayaan oleh PSSI tidak bisa berbuat apa-apa.