Bulan April ini bulan ke 14 pembelajaran daring berlaku di negeri tercinta ini. Sebuah model pembelajaran mutakhir, yang tidak pernah terlintas dalam benak setiap guru di negeri ini. Proses pembelajaran konvensional yang selama ini dijalaninya, sudah menjadi urat nadi dalam kegiatan sehari-hari. Maka jangan heran jika sebagian guru merasa tidak nyaman hingga detik ini.
Perubahan drastis ini tidak lain dan tidak bukan gegara Covid-19. Pengalihan model pembelajaran yang menghindari tatap muka, diyakini mampu meredam merebaknya sang virus, kontak langsung lewat dunia maya, menjadi satu-satunya pilihan bagi negara mana pun dalam mengelola Pendidikan. Jadi seandainya guru-guru di Indonesia dibuat baper, tidak usah kecil hati. Nasib serupa pun dialami oleh guru-guru di negara lain.
Sebagian orang menyatakan bahwa pembelajaran daring merupakan salah satu revolusi. Perubahan besar dalam Pendidikan di jaman modern ini. Digitalisasi di semua hal, berlaku juga dalam dunia pendidikan. Interaksi melalui dunia maya, dianggap sudah dapat mewakili semuanya. Kontak hanya melalui jari-jemari di atas keyboard dikatakan sudah mampu mewakili apa pun yang diperlukan.
Namun kenyataan di lapangan justru sebaliknya. Bentuk relasi tanpa bersemuka, ternyata membawa dampak psikologis bagi kedua belah pihak, bagi guru mau pun murid. Sang murid yang merasa dunianya tercerabut seketika, diam-diam mengalami tingkat depresi yang bervariasi. Perubahan perilaku pun terjadi.
Di sisi lain, para guru pun tak kalah putus asanya. Semangat yang membara di awal pandemic, perlahan menyurut. Antusiasme siswa yang muncul pada awal pembelajaran daring, kini mulai surut. Kehadiran mereka dalam kegiatan berupa kontak video atau pun sekedar chat, lama-lama semakin berkurang frekuensinya. Tak jarang mereka hanya hadir pada saat presensi, setelah itu, tidak tahu ke mana keberadaan mereka.
Beberapa guru yang telaten, masih sesekali menyapa mereka. Sapaan melalui telepon langsung atau pun chat menjadi sarana untuk menyambung komunikasi. Namun dalam kenyataannya, tak jarang sang guru dibuat baper karenanya. Terkadang sapaan mereka tidak berbalas, kalau pun berbalas terkadang jawaban yang keluar begitu ketusnya. Hal ini terjadi juga saat orang tua siswa yang berada di ujung telepon.
Jika menengok kondisi semcama ini, sebenarnya semua bermuara pada satu hal. Kejenuhanlah yang membuat munculnya berbagai aksi dan reaksi tersebut. Keharusan anak untuk selalu berada di rumah, itu saja sudah menjadi beban terendiri. Di sisi lain gelontoran berbagai tugas dari sekolah, pun menjadi beban tersendiri. Sementara anak sendiri tidak mampu mencerna berbagai materi pelajaran yang disampaikan via daring.
Memang harus diakui, komunikasi langsung dalam pembelajaran tetap dibutuhkan. Atmosfir yang tercipta dalam kelas selama proses pembelajaran, akan hadir di dalamnya. Lain dengan situasi pembelajaran daring. Secanggih apa pun perangkat pendukungnya, tidak akan mampu menciptakan atmosfir tersebut. Maka jangan heran juga jika sang guru pun dibuat baper.
Â
Lembah Tidar, 11 April 2021