Siapapun pasti sudah sering mendengar istilah nyinyir. Sebuah istilah yang dihubungkan dengan sifat cerewet seseorang terhadap orang lain. dimana hal itu ditunjukkan dengan mencari-cari kesalahan pada pihak lain dengan berbagai cara.
Dalam kehidupan masyarakat, sikap nyinyir seakan sudah menjadi bumbu dalam pergaulan. Dapat dipastikan dalam satu komunitas, pasti ada orang yang mempunyai sifat ini. Orang-orang semacam ini biasanya akan dengan mudah melemparkan komentar terhadap suatu kejadian.
Komentar tersebut biasanya didasarkan sikap tidak suka terhadap perbuatan atau apa yang dimiliki oleh orang lain. sehingga sepintas sikap nyinyir disini dekat pada sikap iri dan dengki. Dengan kepandaiannya dia mampu mengemas komentar miring atas apa yang orang lain dapatkan atau lakukan.
Namun apakah nyinyir identik dengan iri dan dengki? Ternyata tidak. Dalam KBBI istilah nyinyir  mempunyai arti mengulang-ulang perintah; nyenyeh; cerewet (kbbi.web.id). Berarti sangat jauh dengan arti iri dan dengki. Kalaupun dipaksa untuk disamakan, mungkin adalah pada segi cerewet atau banyak komentar.
Satu lagi yang menarik, apakah nyinyir berasal dari bahasa Jawa. Soalnya dalam pemahaman masyarakat, istilah nyinyir selalu dikaitkan dengan orang Jawa. Ternyata lagi-lagi bukan. Dari beberapa pencarian yang saya lakukan, justru nyinyir itu berasal dari bahasa Sunda yang mempunyai arti cerewet, loba omong (inspirasi.media.com). Kalau dalam bahasa Jawa yang ada adalah kata ngrasani; rasan-rasan yang mempunyai arti membicarakan orang lain.
Lepas dari arti maupun asal katanya, istilah nyinyir belakangan ini menjadi banyak ditemukan di berbagai kalangan. Secara umum terjadi pergeseran arti yang jauh mengenai penggunaan kata ini. Nyinyir dalam perkembangannya menjadi sebuah sikap yang selalu mencela atau memberi komentar terhadap tindakan pihak lain.
Perubahan arti ini nampak sekali dalam perkembangan politik di tanah air. Istilah nyinyir selalu ditempelkan pada pihak-pihak yang selalu mengkritik setiap langkah penguasa. Apapun yang dilakukan oleh penguasa selalu mendatangkan komentar dari mereka. Dan pada umumnya komentar yang disampaikan bernada negatif alias tidak senang.
Memberikan komentar atau mengkritik langkah pihak lain tentu saja hal yang biasa dalam kehidupan demokrasi. Karena bukan tidak mungkin sikap nyinyir dapat menjadi alat kontrol bagi pihak lain. sebagai bahan evaluasi dan pada akhirnya ditindaklanjuti dengan hal yang lebih baik. Dengan catatan kritik tadi bersifat konstruktif.
Nah, lain masalah jika kritik yang yang disampaikan hanya waton suloyo (asal berbeda). Sebuah kritik tanpa didukung data dan fakta yang valid. Jika hal ini yang terjadi, jelas sangat berbahaya. Apalagi disampaikan tanpa memberikan solusi yang masuk akal. Maka mungkin kata nyinyir pas untuk ditunjukkan pada pihak-pihak semacam ini.
Dalam kehidupan politik, posisi semacam ini biasanya berada pada pihak oposisi. Karena dalam hukum politik, setiap oposisi harus bersifat progresif dan reaktif terhadap apapun langkah penguasa. Masalah nanti ketika dia berkuasa menjadi bersifat defensif itu urusan nanti.
Langkah semacam ini satu sisi merupakan bentuk pengawasan mereka pada penguasa. Mereka berperan sebagai watchdog, yang harus menggonggong saat ada sesuatu yang salah. Namun di sisi lain, sebenarnya sikap ini untuk menunjukkan eksistensi mereka. Karena keberadaan mereka akan terlihat oleh rakyat saat ia melakukan sesuatu, syukur-syukur mereka mengatasnamakan rakyat dalam tindakan mereka.