Pada tanggal 31 Maret 2020, Federasi Bulu tangkis Dunia (BWF) secara resmi mengumumkan pembekuan peringkat dunia pemain hingga waktu yang belum ditentukan. (m.bola.com, 6 April 2020). Keputusan ini diambil berkaitan erat dengan penyebaran virus Corona yang hingga hari ini telah menginfeksi sekitar 1,5 juta orang di dunia. NWF sendiri menyampaikan juga bahwa untuk jadwal turnamen bulan Mei dan Juni sampai saat ini belum dapat diputuskan. Sehingga secara otomatis, pelaksanaan All England 2020 menjadi turnamen terakhir hingga saat ini.
Tak dapat dipungkiri bahwa penyebaran virus Corona yang demikian luar biasa mengacaukan semua agenda olah raga di dunia. Berbagai jadwal pertandinan yang telah tersusun rapi harus mengalami pengaturan ulang atau bahkan dibatalkan sama sekali. Demikian pula nasib yang menimpa Olimpiade 2020 yang direncanakan digelar di Tokyo, Jepang. Bagi dunia bulu tangkis sendiri penghentian pelaksanaan turnamen tentu saja menjadi pukulan bagi semua pihak. Kerugian menimpa tidak hanya bagi pemain sendiri namun juga bagi pihak sponsor yang telah mengeluarkan begitu banyak dana.
Dalam rilis peringkat pemain bulu tangkis yang disampaikan BWF, tampak sebuah fakta menarik mengenai peta bulu tangkis dunia saat ini. Dari lima kategori peringkat tersebut, dua raksasa bulu tangkis dunia yakni China dan Indonesia tidak lagi mendominasi pada 10 besar pemain terbaik. Hal ini jauh berbeda dengan era tahun 1970 dan 1980, dimana pada saat itu hanya ada 2 nama di papan persaingan bulu tangkis dunia. Kedua nama tersebut adalah China dan Indonesia. Jika pun ada sedikit gangguan, hanya muncul dari Denmark dan Malaysia.
Fakta yang terlihat  dalam peringkat pemain pasca pembekuan adalah munculnya Jepang sebagai negara yang mendominasi di kelima kategori yang ada. Nama pemain-pemain mereka dapat dipastikan bertengger pada urutan 10 besar pemain terbaik dunia, berdasarkan perolehan poin. Dan yang lebih luar biasa, Jepang selalu menempatkan wakilnya dalam 5 pemain top dunia di semua kategori. Sebaliknya, China dan Indonesia sebagai duo raksasa bulu tangkis dunia di masa lalu hanya mampu menempatkan beberapa wakil saja.
Kebangkitan ini tentu saja menyentakkan semua pihak. Bagaimana tidak, pada tahun 2018 Jepang mampu mengumpulkan 25 gelar dari 75 gelar yang terlaksana dari 15 turnamen level atas BWF. Dan jumlah ini belum termasuk perolehan dalam Kejuaraan Dunia dan Asian Games (beritagar.id).Â
Sehingga tidak heran jika pada saat itu muncul sebuah judul artikel pada sebuah media khusus olahraga "Apakah Jepang akan mendominasi (cabang olahraga) bulu tangkis pada Olimpiade 2020 di Tokyo mendatang?" (beritagar.id). Judul ini jelas bernada sinis, terutama ditujukan pada raksasa bulu tangkis dunia yang lain. Namun jika melihat kemilau prestasi mereka, rasanya tidak berlebihan. Namun sayang belum terbuktikan, karena Olimpiade 2020 Tokyo disebabkan virus Corona.
Perkembangan prestasi bulu tangkis Jepang yang demikian pesat,menurut beberapa pengamat berawal dengan keberhasilan tim bulutangkis Jepang dalam Olimpiade di Rio de Janeiro pada tahun 2012. Kebanggaan itu muncul dengan hasil medali emas ganda putri Ayaka Takahashi/ Misaki Matsumoto dan medali perunggu tunggal putri Nozomi Okuhara. Keberhasilan mereka menyeruak diantara elite bulu tangkis dunia meningkatkan popularitas bulu tangkis di Jepang, sehingga tak heran bibit-bibit pemain bulu tangkis baru pun bermunculan.
Rahasia perkembangan bulu tangkis Jepang yang begitu pesat pernah disampaikan oleh 2 tokoh bulutangkis tanah air, Reino Mainaky dan Alan Budi Kusuma. Menurut Reino Mainanky yang pernah menjadi salah satu pelatih bulu tangkis tim Jepang sebetulnya sama dengan negara-negara lain. Yang berbeda adalah dukungan semua sektor terhadap para atlit bulu tangkis.Â
Perlu diketahui bahwa sebagian atlet bulu tangkis Jepang juga bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan. Segi dukungan tersebut adalah adanya kelonggaran bagi sang atlit untuk berlatih, bukannya mempersulit. Dukungan total mereka berikan untuk mengharumkan nama negara.
Rahasia lain diungkapkan oleh Alan Budi Kusuma. Dalam penyampaiannya, Alan mengatakan bahwa sebagian besar klub bulu tangkis Jepang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar. Dengan demikian mereka mempunyai dana yang besar untuk mengembangkan dunia bulu tangkis Jepang. Termasuk diantaranya mendatangkan para pelatih dari luar negeri maupun pemain luar negeri untuk menjadi lawan tanding bagi para atlet. Sedangkan di Indonesia, sebagian besar klub dimiliki oleh perorangan. (tempo.com)
Dengan melihat fakta-fakta tersebut di atas, maka tidak ada alasan lagi kalau kita menahbiskan Jepang sebagai raja bulu tangkis dunia saat ini.