Berbagai kejadian di negeri tercinta belakangan ini tidak ubahnya seperti yang sering kita lihat di sinetron-sinetron, mulai dari cara bicara, alur cerita, karakter tokoh-tokohnya dan penyelesaian akhir yang dibuat berputar-putar sepanjang mungkin bahkan menjadi semakin tidak jelas.
Apakah tayangan Sinetron selama ini memang merupakan gambaran umum masyarakat ataukah Sinetron memiliki kekuatan untuk menginspirasi atau memberi ide kepada masyarakat, terutama tokoh-tokoh politik atau figur publik lainnya.
Berikut ini beberapa ciri khas Sinetron Indonesia, yang mirip-mirip dengan yang terjadi di Republik ini :
- Cerita Sinetron biasanya didominasi oleh 'rebutan warisan / rebutan harta', tidak berbeda jauh dengan intrik politik yang pada intinya hanya untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dengan tanpa memperhatikan atau mempertimbangkan rakyat yang menjadi korban.
- Tokoh Utama atau tokoh yang baik biasanya adalah tokoh-tokoh yang miskin, yang tertindas dan disakiti, selain itu dipilih bintang-bintang yang ganteng dan cantik meskipun kurang bisa berakting dan ini juga nampaknya menjadi salah satu kriteria dalam memilih pemimpin di negeri ini.
- Balas dendam dan persekongkolan jahat yang dibumbuhi dengan perkataan kasar, pemukulan dan bahkan pembunuhan yang terlihat sangat vulgar merupakan hal yang biasa kita lihat pada setiap sinetron. Hal ini juga terjadi pada partai-partai politik yang tidak berhasil masuk dalam lingkaran kekuasaan, biasanya akan bermanuver dengan mengajak partai-partai lain untuk bersekongkol dan akan melakukan apapun untuk menggoyang pemerintahan.
- Alur cerita didramatisasi sedemikian rupa sehingga menjadi sangat jauh dengan realita yang sesungguhnya. Bukankah ini yang sedang terjadi pada kasus Bank Century dan terlebih pada kasus Gayus, dimana esensi permasalahan pada kedua kasus tersebut tidak tersentuh bahkan tidak terlihat oleh publik, saking pintarnya aktor-aktor yang bermain.
- Tidak pernah ada penyelesaian yang tuntas, hampir semua sinetron bersifat antiklimaks. Demikian juga dengan berbagai kasus yang terjadi di negeri ini.
- Tidak mempunyai tanggung jawab moral, baik Sinetron maupun kelakuan para pejabat publik. Hal ini dikarenakan Sinetron hanya mementingkan keuntungan berdasarkan rating, demikian juga para pejabat hanya memikirkan keuntungan dirinya dan partainya, hal ini diperparah dengan peranan media yang ingin mendapatkan berita 'hot' setiap saat, demi mendapatkan rating juga. Semuanya tidak menyadari bahwa hal ini sangat berbahaya bagi rakyat, terutama bagi generasi muda dan anak-anak, meskipun sebagian orang tua sudah melarang untuk menonton Sinetron, tetapi tayangan berita bertubi-tubi yang sangat detail dan vulgar telah menjadi santapan masyarakat sehari-hari.
Melihat beberapa kenyataan di atas, memang sangat disayangkan, hanya karena sikap dan perilaku segelintir orang 'berkuasa', negara yang penuh potensi dan sesungguhnya sangat disegani oleh negara lain, saat ini hanya menjadi Republik Sinetron.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H