Mohon tunggu...
Agus Salim
Agus Salim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

"proses menuntut ilmu"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Toleransi antar agama

6 Januari 2025   21:05 Diperbarui: 6 Januari 2025   21:04 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menyoal Toleransi Beragama dalam Pusaran Kontroversi Pernyataan Pejabat Publik

Oleh: [Agus Salim]

Artinya: "Dan janganlah kamu mencela sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan mencela Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan

Toleransi atau Toleran secara bahasa kata ini berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti "menanggung", "menerima dengan sabar", atau "membiarkan". Pengertian toleransi secara luas adalah suatu perilaku atau sikap manusia yang "tidak menyimpang dari hukum berlaku" di suatu negara, di mana seseorang menghormati atau menghargai setiap tindakan yang dilakukan orang lain selama masih dalam batasan tertentu

Toleransi beragama merupakan fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sebagai negara dengan keberagaman agama dan kepercayaan yang tinggi, sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan menjadi kunci utama dalam menjaga harmonisasi sosial. Namun belakangan ini, sebuah pernyataan kontroversial dari seorang pejabat tinggi negara telah memicu perdebatan publik yang mengancam nilai-nilai toleransi tersebut.

Pada 23 Februari 2022, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan pernyataan yang mengundang polemik saat melakukan kunjungan kerja di Pekanbaru, Riau. Dalam konteks membahas pengaturan penggunaan pengeras suara di tempat ibadah, beliau membuat analogi yang membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. Pernyataan tersebut bermula ketika sang menteri mencoba mengilustrasikan bagaimana rasanya bila seseorang hidup di lingkungan non-muslim dan mendengar suara toa dari rumah ibadah sebanyak lima kali sehari. Beliau kemudian memberikan perumpamaan dengan situasi bila tetangga kiri-kanan memelihara anjing yang menggonggong secara bersamaan.

Tak pelak, pernyataan tersebut menuai kritik keras dari berbagai kalangan masyarakat. Alamsyah Hanafiah bersama sejumlah pihak mengajukan gugatan perdata terhadap Menteri Agama, meski pada akhirnya gugatan tersebut ditolak oleh majelis hakim. Dari perspektif hukum, beberapa pengamat menilai pernyataan tersebut berpotensi melanggar Pasal 156a KUHP tentang penistaan agama, serupa dengan kasus-kasus kontroversi keagamaan sebelumnya yang pernah terjadi di Indonesia.

Chandra Purna, seorang pengamat, menegaskan bahwa seorang pejabat pemerintah, terlebih Menteri Agama, sudah seharusnya lebih bijaksana dalam memilih diksi dan menyampaikan pendapat di ruang publik. Hal ini penting untuk menghindari gejolak sosial dan menjaga ketertiban di tengah masyarakat yang majemuk. Pernyataan yang tidak hati-hati dapat dengan mudah memicu ketegangan dan mengancam harmoni sosial yang telah terbangun.

Dampak dari kontroversi semacam ini tidak bisa dianggap sepele. Pembebasan atas pernyataan yang dianggap merendahkan simbol agama tertentu berpotensi menurunkan tingkat saling menghormati antar umat beragama. Lebih jauh lagi, hal ini dapat membuka celah bagi meningkatnya tindakan penistaan agama di masa mendatang. Dalam konteks Indonesia yang multikultur, setiap pernyataan publik yang menyangkut isu sensitif keagamaan harus disampaikan dengan penuh kehati-hatian dan mempertimbangkan dampak sosialnya.

Untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan hubungan antar umat beragama, diperlukan sikap yang lebih arif dan bijaksana dari para pemangku kepentingan, terutama para pejabat publik. Mereka perlu menyadari bahwa setiap pernyataan yang dikeluarkan memiliki dampak luas terhadap dinamika sosial masyarakat. Toleransi beragama bukan sekadar konsep abstrak, melainkan praktik nyata yang harus terus dijaga dan dipupuk melalui sikap saling menghormati, termasuk dalam pemilihan kata dan cara berkomunikasi di ruang publik.

Ke depan, penting bagi semua pihak untuk kembali merefleksikan makna sejati toleransi beragama. Toleransi bukan hanya tentang memberi ruang bagi perbedaan, tetapi juga tentang bagaimana kita mengekspresikan pandangan dengan cara yang tidak melukai perasaan kelompok agama lain. Setiap konflik atau kontroversi keagamaan harus diselesaikan secara tuntas dan bijaksana untuk mencegah terjadinya gesekan sosial yang lebih besar. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat terus mempertahankan keharmonisan dalam keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun