Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu pendidikan formal tingkat menengah sesuai dengan amanahnya adalah menghasilkan lulusan yang siap bekerja pada bidang tertentu. Hal ini sesuai dengan pemikiran bahwa untuk anak-anak muda yang tidak memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan tinggi, minimal memiliki keterampilan untuk mengisi lowongan pekerjaan di dunia kerja/industri. Lumayanlah daripada menjadi pengangguran.
Tenaga kerja lulusan SMK sesuai dengan kodratnya menurut KKNI adalah operator dengan gaji UMR yang secara matematis hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum hidupnya. Lulusan SMK identik dengan buruh pabrik. Buruh pabrik identik dengan permasalahan kesejahteraan yang tak kunjung membaik dengan jenjang karir yang tidak jelas serta terancam pemutusan hubungan kerja sewaktu-waktu. Tenaga kerja seperti ini selalu diliputi was-was dan ketidakjelasan masa depan.Â
Tiga tahun pendidikan di SMK sesungguhnya bukan waktu yang pendek untuk mencetak manusia paripurna bukan sekedar tenaga kerja operator laiknya robot. Siswa yang memilih melanjutkan studi ke SMK sebagian besar berasal dari kalangan ekonomi tingkat menengah ke bawah yang berharap besar bahwa kelak setelah lulus pendidikan mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan diri dan keluarganya. Sampai di sini SMK sungguh merupakan harapan bagi peningkatan harkat dan martabat hidup.
Pembelajaran di SMK dilaksanakan dengan berbasis kompetensi sehingga harapannya setelah lulus mereka dapat memasuki dunia kerja maupun melanjutkan studi ke perguruan tinggi atau berwirausaha. Lulusan SMK dikenal dengan BMW yang merupakan akronim dari Bekerja, Melanjutkan, atau Wirausaha. Dengan demikian sesuai dengan slogannya SMK Bisa maka lulusannya adalah manusia muda paripurna yang siap terjun dalam masyarakat mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan teknogi hasil pembelajaran selama bersekolah.
Saat ini adalah hari-hari dimana siswa kelas XII telah purna melaksanakan seluruh rangkaian ujian tingkat akhir baik ujian sekolah berstandar nasional (USBN) maupun ujian nasional baik berbasis komputer (UNBK) ataupun paper test dan dinyatakan lulus. Hal ini berarti bahwa SMK seluruh Indonesia telah melahirkan kembali tenaga-tenaga kerja tingkat menengah pada level operator yang sangat banyak.Â
Lulusan SMK calon tenaga kerja yang sangat banyak ini secara nyata tidak mungkin terserap seluruhnya dalam dunia kerja. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak semua lulusan SMK dapat diterima sebagai tenaga kerja di dunia usaha/industri. Sebagian besar penolakan dikarenakan tidak berimbangnya jumlah lulusan dengan lowongan kerja yang tersedia, kompetensi lulusan yang tidak sesuai dengan tuntutan dunia kerja baik dari hard skill maupun soft skill, serta usia lulusan yang belum memenuhi persyaratan untuk bekerja (kurang dari 18 tahun).
Data BPS menunjukkan bahwa angka pengangguran Indonesia sampai Agustus 2017 naik 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2016 yang sebanyak 7,03 juta. Data ini semakin membuat miris jika dilihat dari indikator pendidikan yang menunjukkan bahwa pengangguran lebih banyak berasal dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Pengangguran lulusan SMK paling tinggi di antara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 11,41%, sedangkan untuk pendidikan lainnya seperti Sekolah Dasar (SD) sebesar 2,62%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 5,54%, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 8,29%, Diploma I/II/III sebesar 6,88%, dan universitas sebesar 5,18%.
Permasalahan seperti ini seperti berulang dari tahun ke tahun di mana di tiap bulan Mei sampai Agustus setelah pengumuman kelulusan SMK selalu memberi kontribusi nyata terhadap peningkatan jumlah pengangguran. Seiring momentum Revitalisasi SMK maka sudah saatnya orientasi pembelajaran di SMK lebih diarahkan pada pemberdayaan lulusannya untuk lebih memilih menjadi kepada ayam dari pada buntut naga.Â
Hal ini berarti bahwa di era persaingan global yang semakin kompetitif maka hard skill saja tidak cukup diperlukan soft skill bagi siswa SMK untuk dapat menghidupi dirinya sendiri bahkan orang lain. Kewirausahaan dengan mengoptimalkan potensi ekonomi kreatif menjadi salah satu jalan untuk mengentaskan masalah pengangguran yang semakin akut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H