Mohon tunggu...
Agus Saefudin
Agus Saefudin Mohon Tunggu... Guru - Guru Teknik Audio Video SMK Negeri 2 Bawang Kab. Banjarnegara Prov. Jawa Tengah

flying to distance with the soft symphony.... hidup itu indah maka jalani dengan senyum dan cinta serta berbagillah karena manusia yang berharga adalah yang memiliki arti bagi sesamanya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

SMK: Sekolah Mencetak Kuli?

10 Agustus 2015   10:22 Diperbarui: 4 April 2017   16:41 6412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah dengan dunia industri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar SMK memiliki peralatan praktik yang jauh tertinggal dibandingkan dengan peralatan dan teknologi yang diterapkan dunia industri sehingga ilmu yang dipelajari oleh siswa SMK hari ini tidak sinkron dengan tuntutan dunia industri. Praktik kerja indstri (prakerin) yang dilaksanakan dalam tiga sampai dengan enam bulan di dunia industri kadang menjadi sia-sia ketika siswa magang pada perusahaan atau industri kecil sebagai akibat dari keterbatasan kuota dari perusahaan besar dalam menerima siswa magang. Hal ini terjadi karena jumlah siswa yang belajar di SMK dengan jumlah industri yang bersedia menerima siswa melaksankan praktik kerja industri tidak seimbang dimana jumlah siswa jauh lebih banyak dibandingkan dengan kuota yang disediakan industri untuk siswa magang.

Guru produktif sebagai instruktur yang mengajar mata pelajaran kejuruan juga mempunyai peran dalam kesenjangan lulusan SMK dengan tuntutan dan kebutuhan dunia industri. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian besar guru produktif mandek (stagnan) dalam keilmuan mutakhir sebagaimana yang diterapkan oleh dunia industri. Guru produktif yang merupakan produk LPTK seringkali memiliki keterbatasan pengetahuan akan teknologi mutakhir, banyak guru produktif yang tidak mampu mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi disebabkan banyak keterbatasan dari guru sendiri. Dengan demikian faktor guru produktif dan profesionalisme juga merupakan variabel yang perlu diperhatikan ketika membahas link and match lulusan SMK dengan dunia kerja.

Kritik atas Kegagalan SMK?

Secara konseptual sesungguhnya tidak ada yang salah dengan SMK. Direktorat Pendidikan Mengah Kejuruan (2003) menyatakan bahwa tujuan Sekolah Menengah Kejuruan memiliki tujuan umum, yaitu: (1) menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak, (2) meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik, (3) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab, (4) menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, dan (5) menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni. Tujuan khusus SMK, adalah: (1) menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati, (2) membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan (3) membekali peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Kenyataan di lapangan saat ini menunjukkan bahwa slogan SMK yang santer terdengar “SMK Bisa!” mulai nampak loyo dan kuyu melihat fakta BPS menyoal jumlah pengangguran. SMK yang sejatinya mempersiapkan generasi sekolah menengah untuk siap terjun ke dunia kerja nampaknya ironi semata. Sloga di atas sepertinya hanya membara saat generasi muda menempuh di jenjang sekolah. Sedang di dunia kerja, penyerapan baik yang diharapkan nampak belum optimal. Seperti termaktub dalam salah satu poin Sekolah Menengah Kejuruan dalam website www.ditpsmk.net  yaitu Mendidik Sumber Daya Manusia yang mempunyai etos kerja dan kompetensi berstandar internasional belum terwujud. Etos kerja yang digadang-gadang mampu mempersiapkan siswa di dunia kerja nampaknya belum optimal. Hal ini terkendala pengelolaan setengah hati SMK. Pemerintah memberikan keleluasaan dalam pengembangan sekolah menengah kejuruan. Namun, saat ini belum ada peningkatan mutu pendidikan SMK dan pemetaan mobilisasi lulusan SMK. Kebijakan pemerintah ini justru ditanggapi dengan euforia, yaitu munculnya SMK-SMK baru. Apabila tidak ada peningkatan kualitas SMK, maka industri akan kesulitan menyerap lulusan SMK yang jumlahnya cukup besar.

Kegagalan pendidikan SMK selama ini yang berimplikasi terhadap rendahnya daya serap lulusan dan dicapnya SMK sebagai sekolah yang mencetak pengangguran dan kuli tidak lepas dari banyak faktor yang saling terkait, baik menyangkut kebijakan pemerintah, pengelola SMK termasuk kepala sekolah dan guru, sarana dan prasarana, serta dunia usaha/industri selaku mitra SMK. Penulis menginventarisasi kegagalan pendidikan SMK, sebagai berikut:

 

1. Kebijakan Setengah Hati Pemerintah

Pemerintah dalam kebijakan pendidikan menengah kejuruan melalui Provinsi Vokasi, Kabupaten Vokasi bahkan sampai dengan Kelurahan/Desa Vokasi menekankan keberpihakannya pada Sekolah Menengah Kejuruan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa melalui SMK para siswa dibekali keterampilan. Kelebihan sekolah di SMK sebelum lulus para siswa diberi kesempatan praktk kerja industri (prakerin).  Umumnya para siswa akan dilepas di dunia kerja rata-rata antara 3 sampai 6 bulan.  Siswa di SMK diharuskan membuat sebuah karya disebut Tugas Akhir (TA) dan uji kompetensi yang menilai sampai sejauh mana penguasaan keahlian setelah selama 3 tahun belajar sebagai persyaratan kelulusan. Lulusan siswa SMK dikatakan setelah lulusan siap masuk di dunia kerja. 

Kebijakan hebat ini mendapatkan respons yang luar biasa dari masyarakat yang diitunjukkan dengan semakin bertambahnya jumlah-jumlah SMK dan juga minat orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ke SMK.  Banyak SMK swasta yang didirikan menyambut antusiasme masyarakat atas kebijakan pemerintah ini. Selanjutnya yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa banyaknya pendirian SMK ini tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana praktik yang memadai dan guru-guru yang kompeten. SMK negeri dan swasta yang ada selama ini ada  belum secara optimal mendapatkan bantuan upgrading alat-alat praktik maupun pelatihan kompetensi bagi guru produktif sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir. Kuantitas SMK yang semakin besar yang tidak diimbangi dengan kualitas baik sarana dan prasarana, guru yang kompeten, dan nihil mendapatkan mitra dunia usaha/industri menjadkan semakin banyaknya SMK sastra yang kurang praktik sehingga lulusanpun menjadi tidak berkualitas dan akibatnya sulit untuk masuk dunia kerja.

Salah satu penyebab terjadinya kondisi ironis dalam implementasi pendidikan SMK disebabkan ketidakseimbangan antara produk hukum dengan perencanaan dan implementasi kebijakan yang ditetapkan. Sebagai contoh dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda dan kemitraan sekolah dengan industri, pemerintah seharusnya tidak setengah-setengah dalam membantu SMK dalam meningkatkan kualitas lulusannya. Perlu langkah konkrit bagaimana mengatur dunia usaha dan industri agar membantu SMK dalam melaksanakan program bersama dalam upaya menyiapkan tenaga kerja siap pakai. Penyiapan aturan atau bahkan undang-undang yang mengikat semua dunia usaha dan industri dalam merealisasikan kerjasama ini. Nasionalisme DUDI dibangun dengan dimulai dari membuat aturan dan undang-undang dan aturan yang mengikat mereka menuju ke arah pembangunan bangsa yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun