Mohon tunggu...
Agus Riyanto
Agus Riyanto Mohon Tunggu... Pembelajar -

berusaha untuk terus belajar dan terus menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan dan Peranannya dalam Penanaman Nilai Luhur Pancasila

12 November 2017   23:30 Diperbarui: 12 November 2017   23:45 2832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Keberagaman merupakan anugerah yang harus kita syukuri. Keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia seharusnya menjadi kekuatan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Akan tetapi, akhir-akhir ini keberagaman itu justru dijadikan akar permasalahan. Permasalahan yang timbul menjadikan kita terkotak-kotak karena berbedanya cara pandang. Mudah sekali kita terpecah dan termakan isu yang akhirnya menimbulkan gejolak berkepanjangan. Belum hilang dari ingatan kita bagaimana energi kita terkuras pada kasus penistaan agama, kini muncul lagi isu yang lebih mengerikan yaitu kebangkitan PKI.

Gejolak yang terjadi saat ini berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan. Gejolak yang terjadi menunjukkan semakin jauhnya nilai-nilai luhur Pancasila dalam diri bangsa Indonesia. Jika hal ini kita biarkan, maka lama kelaman nilai-nilai luhur Pancasila akan luntur dan bisa saja hilang.

Semakin jauhnya bangsa ini dari nilai-nilai luhur Pancasila, harus menjadi perhatian serius semua pihak. Dibutuhkan koordinasi dan kesadaran semua pihak untuk menjaga agar nilai-nilai luhur ini tetap tertanam dalam diri bangsa Indonesia. Salah satu cara menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila paling efektif bisa dilakukan melalui pendidikan (sekolah). Sekolah harus mampu memainkan peran sentralnya sebagai agen perubahan dan laboratorium mini kehidupan bermasyarakat.

Pada semua jenjang sekolah, terdapat mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). PPKn bisa kita gunakan untuk menanamkan konsep, dasar, dan nilai luhur Pancasila kepada genarasi bangsa ini sejak dini. Sayangnya pembelajaran PPKn umumnya dilaksanakan dengan menggunakan model klasikal dan ceramah yang cenderung membosankan. Masih banyak kita jumpai, pendidik hanya berceramah dalam pembelajaran, memposisikan dirinya sebagai sumber ilmu dengan menghabiskan materi yang ada dibuku. Sehingga, pembelajaran PPKn yang erat kaitanya dengan nilai-nilai hanya disampaikan secara teoritik minim praktik.

Pentingnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Sesuai dengan Permendikbud No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan (2016:8) dituliskan bahwa Lulusan pada tingkat SD/MI/SDLB/Paket A harus Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1) kreatif, 2) produktif, 3) kritis, 4) mandiri, 5) kolaboratif, dan 6) komunikatif.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan  agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi; 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Pembelajaran dan Pembiasaan

Pembelajaran PPKn seharusnya lebih ditekankan pada pembelajaran berbasis projek (project based learning) dan atau pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Kedua model pembelajaran tersebut akan merangsang kemampuan anak baik secara kognitif, affektif, dan psikomorotik. Selain itu, kedua model pembelajaran tersebut akan menempatkan peserta didik pada posisi sebagai pelaku, sehingga mendapatkan pengalaman yang nyata.

Kedua model pembelajaran tersebut juga sesuai dengan tuntutan zaman, dimana pendidik harus membekali peserta didiknya dengan kemampuan untuk menghadapi persaingan di abad 21. Keempat kompetensi yang harus dimiliki peserta didik di abad 21 yaitu berfikir kritis dan pemecahan masalah, kreatif dan inovatif, kolaboratif, dan komunikatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus Suyatna (2017:64) bahwa Titik berat pembelajaran yang dilaksanakan saat ini harus mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif pada diri peserta didik. Kemampuan berpikir kritis dan penyelesaian masalah, kreatif dan inovatif, kolabotif, dan komunikatif dapat dibangun melalui proses pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran berbasis projek dan atau masalah dengan pendekatan saintifik yang dikerjakan secara kolaboratif (kelompok), dan hasil belajarnya dikomunikasikan baik secara lisan atau tulisan.

Selain melalui pembelajaran, penanaman nilai-nilai luhur Pancasila juga dapat dilakukan melalui kegiatan pembiasaan. Hal ini sesuai dengan Permendikbud RI No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Kegiatan agar menjadi kebiasaan maka harus rutin dilaksanakan. Tujuan utama pembiasaan yaitu membudayakan berperilaku sesuai nilai-nilai luhur Pancasila. Sekolah harus merencanakan hal ini dalam sebuah program khusus. Program yang dibuat akan menjadi tolok ukur keberhasilan pelaksanaan dan pemberian tanggung jawab pendidik sebagai teladan bagi peserta didiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun